MENU

Wednesday, July 15, 2009

Pengolahan Limbah Secara Primer


BAB I
Pendahuluan



 

1.1 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini, antara lain:
  1. Agar mahasiswa mengetahui cara pengolahan limbah cair penyamakan kulit
  2. Agar mahasiswa mampu mempraktekkan dengan benar mengenai analisa limbah cair pengolahan kulit

1.2 Dasar Teori

Limbah cair dari kegiatan industri penyamakan kulit merupakan unsur potensial untuk kelestarian lingkungan, khususnya lingkungan air. Makin meningkatnya industri kulit baik dalam kuantitas maupun kualitas, membuat semakin kompleknya permasalahan mengenai limbah. Melihat alasan tersebut maka pengolahan limbah cair perlu dilakukan.
Pada umumnya pengolahan limbah penyamakan kulit terdiri dari dari 2 pengolahan, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder.

Friday, June 12, 2009



BAB I
Pendahuluan
  1. Tujuan
Adapun praktikum ini bertujuan untuk:
  1. Menentukan angka yodium pada minyak nyamplung
  2. Mengetahui prosedur penentuan angka yodium pada minyak

Wednesday, June 10, 2009

Tugas Perbaikan

Praktek Pembuatan Binder


 

Dosen: Sri Sumarni, BSc. ST

Disusun oleh:

Rusdita Eka Perdana

(07.TBKKP.TPL.14)


 

Departemen Perindustrian R.I

AKADEMI TEKNOLOGI KULIT YOGYAKARTA

2008/2009


 


 


 


 

BAB I

  1. Tujuan

    Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah:

    1. Memenuhi tugas perbaikan nilai binder penyusun
    2. Mengetahui konsep-konsep binder dan protein


     

  2. Latar belekang

Binder merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam proses penyamakan kulit. bahan ini memiliki fungsi atau manfaat sebagai perekat antara cat tutup dengan cat dasar. Binder ini biasanya terbuat dari bahan-bahan yang mengandung protein, contoh bahan-bahan yang mengandung protein antara lain susu, telur, kulit, dan lain-lain.

Lazimnya orang-orang yang terjun di industri perkulitan cenderung menggunkan binder paten. Karena mereka sudah tahu kualitas binder paten itu sendiri. Padahal jika kita bandingkan binder konvensional dengan binder-binder paten, tidak menutup kemungkinan binder konvensional kalah kualitasnya dengan binder-binder paten.

Dengan meningkatnya kebutuhan hidup dan melonjaknya harga-harga bahan-bahan kimia. Orang-orang mulai mencoba menggunakan binder alami dengan kualitas yang hampir sama, sama, atau bahkan lebih baik dipandingkan dengan dinder-binder yang telah dipatenkan.Selaiin itu, menilik pada perkembangan zaman yang semakin canggih dan kebutuhan manusia yang juga semakin meningkat maka akan terasa sekali pentingnya perkembangan ilmu pengetahuan baik secara teoritis maupun praktis. Oleh karena itu, dengan semakin majunya peradaban manusia maka penggunaan alat pemenuhan kebutuhan juga semakin meningkat. Hal ini juga terjadi didunia industri perkulitan.

Dalam prosesnya penyamakan tidak lepas dari penggunaan bahan – bahan kimia baik yang berbahaya maupun yang tidak berbahaya. Bahan –bahan kimia tersebut banyak diperoleh dari pabrik yang kebanyakan menggunakan bahan – bahan kimia campuran yang memiliki dampak yang kurang baik bagi lingkungan. Bahan-bahan kimia dan pendukung lainnya ini tidaklah dapat diperbaharui dalam waktu yang singkat apabila telah habis dalam penggunaannya. Sehingga ada kekhawatiran bahwa sumber-sumber untuk memperlancar proses penyamakan ini akan habis pada suatu saat nanti.

Solusi yang paling mudah adalah mencari bahan alternatif yang dapat mendukung dalam proses penyamakan yang dapat diperbaharui maupun yang masih tersedia dalam jumlah besar, seperti dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan alam sekitar kita yang dapat dimanfaatkan secara mudah, tanpa harus adanya bahan kimia yang berlebih. Karena apabila dalam penggunaan bahan kimia yang berlebih dengan tidak diimbangi dengan bahan alami, akan menyebabkan dampak yang negatif bagi kulit maupun barang jadinya nanti. Dibanding dengan bahan- bahan kimia dari pabrik, penggunaan bahan alami yang berasal dari lingkungan dirasa juga lebih aman dan tentunya lebih ramah lingkungan.

  1. Ruang lingkup

    Adapun ruang lingkup dlam penulisan makalah ini adalah :

    1. Pengertian dari binder
    2. Pembagian jenis-jenis binder
    3. Konsep binder dari bahan dasar protein
  2. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah selain sebagai syarat perbaikan nilai praktek pembuatan binder yang penulis jalani, diharapkan dengan penyusunan makalah ini dapat memberikan pengetahuan mengenai dasar-dasar konsep binder, terutama dalam pembutan binder dari bahan dasar protein


 


 


 


 


 

BAB II

2.1 Pengertian Binder

Binder merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam proses penyamakan kulit. bahan ini memiliki fungsi atau manfaat sebagai perekat antara cat tutup dengan cat dasar. Binder ini biasanya terbuat dari bahan-bahan yang mengandung protein, contoh bahan-bahan yang mengandung protein antara lain susu, telur, kulit, dan lain-lain.


 

2.2 Protein

Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular. Apabila tulang dan kitin adalah beton, maka protein struktural adalah dinding batu-batanya. Beberapa protein struktural, fibrous protein, berfungsi sebagai pelindung, sebagai contoh a dan b-keratin yang terdapat pada kulit, rambut, dan kuku. Sedangkan protein struktural lain ada juga yang berfungsi sebagai perekat, seperti kolagen.

Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan struktural karena seperti halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk hidup. Makromolekul ini mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks untuk menjaga kelangsungan hidup suatu organisma. Suatu sistem metabolisme akan terganggu apabila biokatalis yang berperan di dalamnya mengalami kerusakan.  

Struktur Protein

Bagaimana suatu protein dapat memerankan berbagai fungsi dalam sistem makhluk hidup? Jawabnya adalah terletak pada strukturnya. Struktur protein terdiri dari empat macam struktur. Struktur pertama adalah struktur primer. Struktur ini terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida. Informasi yang menentukan urutan asam amino suatu protein tersimpan dalam molekul DNA dalam bentuk

kode genetik. Sebelum kode genetik ini diterjemahkan menjadi asam-asam amino yang membangun struktur primer protein, mula-mula kode ini disalin kedalam bentuk kode lain yang berpadanan dengan urutan kode genetik pada DNA, yaitu dalam bentuk molekul RNA. Adapun gambar berikut ini merupakan struktur dari protein.

 
 


Struktur sekunder protein


 


 

Struktur tertier protein


 


 


 


 

Struktur kwarter protein


 

Sumber: (http://ppitokodai.wordpress.com/2008/08/06/protein)


 

1.3 Gelatin

Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan. Pembuatan gelatin merupakan upaya untuk mendayagunakan limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah pemotongan hewan. Penggunaan gelatin dalam industri pangan terutama ditujukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul khususnya dalam penganekaragaman produk.

Gelatin adalah campuran polimer dengan panjang rantai yang berbeda-beda. Jadi, larutan yang sejati tidak terbentuk, jelasnya adalah sebagai larutan koloidal atau bentuk sol. Pada keadaan dingin, sol akan berubah menjadi gel dan dalam keadaan hangat akan kembali menjadi sol. Sifat dapat balik ini disebut proses gelatinisasi dan merupakan teknologi yang paling penting dari gelatin.


 

Gelatin sebenarnya mempunyai banyak manfaat dan kegunaan. Oleh karena itu, pada makalah kali ini penulis akan memaparkan tentang apa itu gelatin, sumber, dan kegunaannya.


Sumber dan ciri-ciri gelatin

Pada prinsipnya gelatin dapat dibuat dari bahan yang kaya akan kolagen seperti kulit dan tulang baik dari babi maupun sapi atau hewan lainnya. Akan tetapi, apabila dibuat dari kulit dan tulang sapi atau hewan besar lainnya, prosesnya lebih lama dan memerlukan air pencuci/penetral (bahan kimia) yang lebih banyak, sehingga kurang berkembang karena perlu investasi besar sehingga harga gelatinnya menjadi lebih mahal.
Sedangkan gelatin dari babi jauh lebih murah dibanding bahan tambahan makanan lainnya. Itu karena babi mudah diternak. Babi dapat makan apa saja termasuk anaknya sendiri. Babi juga bisa hidup dalam kondisi apa saja sekalipun sangat kotor. Dari segi pertumbuhan, babi cukup menjanjikan. Seekor babi bisa melahirkan dua puluh anak sekaligus. Karena sangat mudah dikembangkan, produk turunan dari babi sangat banyak. (www.republika.co.id/infohalal)

Berdasarkan sifat bahan dasarnya pembuatan gelatin dapat dikategorikan dalam 2 prinsip dasar yaitu cara alkali dan asam

  1. Cara alkali dilakukan untuk menghasilkan gelatin tipe B (Base), yaitu bahan dasarnya dari kulit tua (keras dan liat) maupun tulang. Mula-mula bahan diperlakukan dengan proses pendahuluan yaitu direndam beberapa minggu/bulan dalam kalsium hidroksida, maka dengan ini ikatan jaringan kolagen akan mengembang dan terpisah/terurai. Setelah itu bahan dinetralkan dengan asam sampai bebas alkali, dicuci untuk menghilangkan garam yang terbentuk. Setelah itu dilakukan proses ekstrasi dan proses lainnya.
  2. Cara kedua yaitu dengan cara pengasaman, yaitu untuk menghasilkan gelatin tipe A (Acid). Tipe A ini umumnya diperoleh dari kulit babi, tapi ada juga beberapa pabrik yang menggunakan bahan dasar tulang. Kulit dari babi muda tidak memerlukan penanganan alkalis yang intensif karena jaringan ikatnya belum kuat terikat. Untuk itu disini cukup direndam dalam asam lemah (encer) (HCl) selama sehari, dinetralkan, dan setelah itu dicuci berulang kali sampai asam dan garamnya hilang.

Penggunaan gelatin sangatlah luas dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi.

Manfaat gelatin dan jenis-jenis produk yang menggunakannya


 

Gelatin sangat penting dalam rangka diversifikasi bahan makanan, karena nilai gizinya yang tinggi yaitu terutama akan tingginya kadar protein khususnya asam amino dan rendahnya kadar lemak. Gelatin kering mengandung kira-kira 84 - 86 % protein, 8 - 12 % air dan 2 - 4 % mineral. Dari 10 asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung 9 asam amino essensial, satu asam amino essensial yang hampir tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptofan.

Fungsi-fungsi gelatin dalam berbagai contoh jenis produk yang biasa menggunakannya antara lain :

  1. Jenis produk pangan secara umum: berfungsi sebagai zat pengental, penggumpal, membuat produk menjadi elastis, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, pengikat air, pelapis tipis, pemerkaya gizi.
  2. Jenis produk daging olahan: berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air, konsistensi dan stabilitas produk sosis, kornet, ham, dll.
  3. Jenis produk susu olahan: berfungsi untuk memperbaiki tekstur, konsistensi dan stabilitas produk dan menghindari sineresis pada yoghurt, es krim, susu asam, keju cottage, dll.
  4. Jenis produk bakery: berfungsi untuk menjaga kelembaban produk, sebagai perekat bahan pengisi pada roti-rotian, dll
  5. Jenis produk minuman: berfungsi sebagai penjernih sari buah (juice), bir dan wine.
  6. Jenis produk buah-buahan: berfungsi sebagai pelapis (melapisi pori-pori buah sehingga terhindar dari kekeringan dan kerusakan oleh mikroba) untuk menjaga kesegaran dan keawetan buah.
  7. Jenis produk permen dan produk sejenisnya: berfungsi untuk mengatur konsistensi produk, mengatur daya gigit dan kekerasan serta tekstur produk, mengatur kelembutan dan daya lengket di mulut. (www.indohalal.com)

Gelatin juga banyak digunakan oleh Industri farmasi, kosmetik, fotografi, jelly, soft candy, cake, pudding, susu yoghurt, film fotografi, pelapis kertas, tinta inkjet, korek api, gabus, pelapis kayu untuk interior, karet plastik, semen, kosmetika adalah contoh-contoh produk industri yang menggunakan gelatin.

Penghias kue pada umumnya terbuat dari gum paste juga plastic icing yang mengandung gelatin. Gelatin juga tak hanya terdapat dalam gum paste sebagai penghias kue. Namun juga terdapat dalam kue puding, sirup, maupun permen kenyal. Kebanyakan merupakan produk impor. Bahkan untuk menawarkan kekentalan yang lebih tinggi produsen kecap menggunakan gelatin. Sedangkan di bidang farmasi, gelatin digunakan sebagai cangkang kapsul. Di Indonesia, kapsul yang beredar adalah kapsul jenis hard. Kapsul ini terbuat dari gelatin, pewarna, pengawet serta pelentur. Menurut informasi yang berasal dari Badan POM gelatin yang masuk ke Indonesia bahannya berasal dari organ sapi. (infohalal Republika)


 

Keadaan kandungan gelatin dalam industri di Indonesia

Untuk keperluan industri dalam negeri Indonesia setiap tahun mengimpor gelatin dalam jumlah yang cukup banyak. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pada tahun 2000, Indonesia mengimport gelatin 3.092 ton dari Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Brasil, Korea, Cina dan Jepang. (www.iptekda.lipi.go.id) Menurut Nur Wahid, anggota LPPOM MUI, seratus persen gelatin di Indonesia merupakan produk impor. Di luar negeri, sebanyak 70 persen gelatin terbuat dari kulit babi. (www.republika.co.id) Karena itu, sebagai seorang muslim, kita harus waspada terhadap produk-produk yang mengandung gelatin seperti permen, kue tart, kosmetika, bahkan cangkang kapsul. Terlebih lagi jika produk-produk tersebut adalah produk impor. Tapi, menurut informasi yang berasal dari Badan POM, gelatin yang masuk ke Indonesia berasal dari organ sapi. Berdasarkan data dari indohalal.com, gelatin yang sudah mendapat sertifikasi halal dari LPPOM MUI yaitu Hard Gelatin Capsul Indonesia yang diproduksi oleh PT. Universal Capsules Indonesia, KCPL-Gelatin Produksi Kerala Chemical & Proteins Ltd., dan Halagel TM ( Edible Gelatin, pharmaceutical gelatin,di-calcium phosphat) yang diproduksi oleh Halagel (M) Sdn.Bhd

Gelatin sebenarnya telah lama dikenal masyarakat sebagai adesif biologis. Kurang lebih 8000 tahun yang lalu masyarakat Timur Tengh telah memproduksi sebagai lem dari jaringan binatang. 3000 tahun kemudian Bangsa Arab menggunakan untuk lem kayu yang dihasilkan dari kolagen dan digunakan untuk perabotan. Penggunaan gelatin untuk pangan dimualai di Perancis ketika diblokade Inggris. Sekarang gelatin juga digunakan dalm bidang farmasi dan fotografi. Sejarah lengkap gelatin dapat dibaca pada buku "Gelatine Handbook - Reinhard Schrieber and Herbert Gareis - 2007 WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim

Komponen utama dari gelatin adalah protein. Kandungan protein berkisar antara 85 dan 92%. Gelatin dihasilkan melalui hidrolisis parsial dari kolagen. Kolagen protein yang terdapat pada binatang dan manusia. Berbeda dengan protein yang umumnya sperikal maka kolagen memiliki struktur linier seperti serat.

Dalam pembuatan gelatin, perlakuan terhadap bahan baku adalah dengan melarutkan pada larutan asam atau alkali sehingga terjadi pemecahan parsial pada ikatan silangnya. Struktur yang pecah ini disebut sebagai kolagen yang larut air dan dikenal sebagai gelatin. Hidrolisis kimia ini dapat dilengkapi atau diganti dengan penggunaan enzim yaitu enzim kolagenase.

                        (sumber: www.chem-is-try.org/gelatin)

Gelatin membentuk larutan koloid dengan air, sehingga secara teknologi, glatin adalah hidrokolid. Yang termasuk dalam hidrolkoloid selain gelatin adalah pectin, karaginan, gum arab, xanthan, guar gum, locust bean gum dan sebagainya.Hidrokoloid digunakan dalam industry pangan bukan karena nilai nutrisinya namun karena multifungsinya. Namun demikian, hidrokoloid tunggal tidak mampu memenuhi semua keinginan termasuk juga gelatin sehingga sering dipakai lebih dari satu hidrokoloid.

Sifat fungsional dari gelatin dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama adalah sifat yang berkait dengan gelatinisasi yaitu: kekuatan gel, waktu gelatinisasi, suhu didih dan viskositas. Kedua yang berkait dengan sifat permukaan gelatin misalnya pembentukan dan stabilitas buih dan emulsi, sifat adesif dan ketidaklarutannya.

Sifat-sifat yang penting bagi gelatin adalah:

Sifat yang berkait dengan gelatinisasi:

  • Gel formation
  • Texturizing
  • Thickening
  • Water binding
  • Pengaruh-pengaruh permukaan
  • Emulsion formation and stabilization
  • Protective colloid function
  • Foam formation and stabilization
  • Film formation
  • Adhesion/cohesion

Pembentukan gel, viskositas dan tekstur adalah yang paling berkait dengan struktur, ukuran molekul dan suhu system.

Gelatin adalah campuran polimer dengan panjang rantai yang berbeda-beda. Jadi, larutan yang sejati tidak terbentuk, jelasnya adalah sebagai larutan koloidal atau bentuk sol. Pada keadaan dingin, sol akan berubah menjadi gel dan dalam keadaan hangat akan kembali menjadi sol. Sifat dapat balik ini disebut proses gelatinisasi dan merupakan teknologi yang paling penting dari gelatin.

Analisis untuk mengukur kekuatan gelatinisasi adalah Nilai Bloom. Proses ini ditemukan oleh Oscar T Bloom yang kemudian dikembangkan oleh "Machine for Testing the Jelly Strength of Glues, Gelatines and the Like" yang dipatenkan pada tanggal 9 Juni 1925 (US Patent No. 1 540 979). Nilai Bloom adalah berat dalam gram yang dibutuhkan untuk penghisapan spesifik terhadap tekanan pemukaan standar.

Nilai Bloom untuk gelatin komersial adalah 50 – 300 Bloom. Gelatin dengan nilai Bloon tinggi dikarakteristikkan oleh melting point dan gelling point yang lebih tinggi dan waktu gelatinisasi yang lebih pendek pada produk akhir dan warna lebih cerah serta baud an tastenya lebih alami. Gelling power yang lebih kuat juga menunjukkan jumlah gelatin yang dibutuhkan lebih sedikit untuk mencapai produk akhir yang diharapkan.

Secara umum, transisi sol/gel dapat dievaluasi dengan kisaran suhu 5 – 600C, dan konsentrasi gelatin dapat bervariasi antara 0,5 dan 50% (tergantung pada kualitas gelatin).

Sifat permukaan gelatin didasarkan pada kenyataan bahwa rantai samping gelatin, seperti halnya protein yang lain, memiliki gugus yang bermuatan dan bagian tertentu dari rangkaian kolagen mengandung asam amino hidrofobik dan hidrofilik.

Bagian hidrofobik dan hidrofilik dapat berpindah di permukaan, sehingga mengurangi tegangan muka larutan. Pada saat yang sama, gelatin memeliki beberapa sifat melindungi stabilitas permukaan yang dibentuk. Sifat multifungsi dari gelatin ini digunakan dalam produksi dan stabilisasi buih dan emulsi.

Titik isoelektrik adalah dasar yang penting dalam mempengaruhi aktivitas permukaan gelatin. Jika pH sekitar gelatin berkaitan dengan titik isoelektrik, gelatin menjadi tidak bermuatan, jika pH lebih tinggimaka akan bermuatan negative dan jika lebih rendah bermuatan positif. Dalam larutan gelatin pH berkisar 5,0 – 9,0, jika dkondisikan alkali, gelatin bermuatan negatif dan jika dikondiskan asam bermuatan positif. pH di bawah 5,0 semua tipe gelatin akan bermuatan positif dan di atas 9,0 semuanya negative.

(sumber: http://ptp2007.wordpress.com/2008/06/19/gelatin)


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

http://ptp2007.wordpress.com/2008/06/19/gelatin

http://ppitokodai.wordpress.com/2008/08/06/protein

www.chem-is-try.org/gelatin


 


 

Air Untuk Penyamakan

Sekalipun air hanya merupakan bahan pembantu, namun merupakan bahan yangs anagt penting di dalam proses penyamakan kulit. Air merupakan perantara/ medium untuk menyampaikan bahan-bahan lain ke dalam kulit. Air digunakan mulai dari proses pencucian, perendaman sampai dengan proses pengecatan dasar/ peminyakan (fatliquoring), bahkan untuk jenis cat tertentu sampai dengan pengecatan akhir/ tutup. Karena itu mudah di pahami bila air untuk penyamakan kulit tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat bereaksi dengan bahan-bahan yang digunakan dalam proses penyamakan kulit. Karena akan mempengaruhi proses penyamakan tersebut.

Air yang digunakan untuk penyamakan harus jernih dan tidak mengandung mikroorganisme, dan bebas ari garam-garam besi dan kesadahan.


 

  1. Air sadah

Air dikatakan sadah apabila mengandung garam Ca/ Mg. Disebut sadah sementara bila mengandung garam Ca/ mg nitrat, klorida, dll.

Jumlah kesadahan biasanya dinyatakan dalam derajat jerman. Dalam derajat jerman ini, garam-garam Ca/ Mg dinyatakan sebagai CaO.

Air sadah digolongkan menjadi dua jenis, berdasarkan jenis anion yang diikat oleh kation (Ca2+ atau Mg2+), yaitu air sadah sementara dan air sadah tetap.

  • Air sadah sementara

Air sadah sementara adalah air sadah yang mengandung ion bikarbonat (HCO3-), atau boleh jadi air tersebut mengandung senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2). Air yang mengandung ion atau senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah sementara karena kesadahannya dapat dihilangkan dengan pemanasan air, sehingga air tersebut terbebas dari ion Ca2+ dan atau Mg2+. Dengan jalan pemanasan senyawa-senyawa tersebut akan mengendap pada dasar ketel. Reaksi yang terjadi adalah : Ca(HCO3)2 (aq) –> CaCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g)


 

  • Air sadah tetap

Air sadah tetap adalah air sadah yang mengadung anion selain ion bikarbonat, misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3- dan SO42-. Berarti senyawa yang terlarut boleh jadi berupa kalsium klorida (CaCl2), kalsium nitrat (Ca(NO3)2), kalsium sulfat (CaSO4), magnesium klorida (MgCl2), magnesium nitrat (Mg(NO3)2), dan magnesium sulfat (MgSO4). Air yang mengandung senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah tetap, karena kesadahannya tidak bisa dihilangkan hanya dengan cara pemanasan. Untuk membebaskan air tersebut dari kesadahan, harus dilakukan dengan cara kimia, yaitu dengan mereaksikan air tersebut dengan zat-zat kimia tertentu. Pereaksi yang digunakan adalah larutan karbonat, yaitu Na2CO3 (aq) atau K2CO3 (aq). Penambahan larutan karbonat dimaksudkan untuk mengendapkan ion Ca2+ dan atau Mg2+.

CaCl2 (aq) + Na2CO3 (aq) –> CaCO3 (s) + 2NaCl (aq)

Mg(NO3)2 (aq) + K2CO3 (aq) –> MgCO3 (s) + 2KNO3 (aq)

Dengan terbentuknya endapan CaCO3 atau MgCO3 berarti air tersebut telah terbebas dari ion Ca2+ atau Mg2+ atau dengan kata lain air tersebut telah terbebas dari kesadahan.

                Sumber : http://ekoph.wordpress.com/2008/11/07/ibsn-air-sadah/

Satu derajat jerman bila dalam 100 liter air terdapat garam Ca/Mg yang setara dengan 1 gram CaO. Air untuk penyamakan, kesadahan jumlahnya (sementara +tetap) maksimum 10 derajat jerman. Bila kesadahannya tinggi, akan menghambat proses, misalnya:

  1. dalam perendaman akan memperlambat pembasahan kulit, dalam pengapuran terjadi flek-flek CaCO3 dan pikel terjadi flek CaSO4 yang dapat menurunkan mutu kulit.
  2. Dalam penyamakan dengan bahan penyamak nabati, adanya kesadahan menimbulkan warna yang lebih tua oleh terjadinya Ca tannat. (Jayusman. 1990)


 

  1. Besi (Fe)

Fe berada dalam tanah dan batuan sebagai ferioksida (Fe2O3) dan ferihidroksida (Fe(OH)3). Dalam air besi berbentuk Ferobikarbonat (Fe(HCO3)2), ferohidroksida(Fe(OH)2), ferosulfat (FeSO4) dan besi organik komplek. Air tanah megandung besi terlarut berbentuk ferro (fe2+). Jika air tanah dipompakan keluar dan kontak dengan udara (oksigen) maka besi (fe2+) akan teroksidasi menjadi ferihidroksida (fe(OH)3). Ferihidroksida dapat mengendap dan berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dapat menodai peralatan porselen dan cucian, serta dalam penyamakan kulit, dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Pada proses soaking bereaksi dengan kulit sehingga warna kulit menjadi kecoklatan
  2. Pada proses tanning dapat membentuk ferritianaat sehingga warna lebih tua
  3. Besi juga bersifat kationik sehingga pada proses pengecatan akan bereaksi dengan zat anionik sehingga mengurangi efisiensi kerja pengecatan.

Bakteri Besi (Crenothrix dan Gallionella) memanfaatkan besi fero (Fe2+) sbg sumber energi untuk pertumbuhannya dan mengendapkan ferrihidroksida. Pertumbuhan bakteri besi yang terlalu cepat (karena adanya besi ferro) menyebabkan diameter pipa berkurang dan lama kelamaan pipa akan tersumbat. Air tanah yang mengandung CO2 tinggi dan O2 yang terlarut sedikit, dapat mempercepat proses pelarutan bsi (dari bentuk tdk terlarut mjd terlarut). Sedangkan air tanah yang alkalinitasnya tinggi, biasanya memiliki konsentrasi besi rendah, krn besi teroksidasi dan mengendap pada PH tinggi. Air tanah yang mengandung besi dan organik yang tinggi akan membentuk ikatan kompleks yang sulit mengendap dengan aerasi. Penurunan kandungan besi dan mangan dapat dilakukan dengan empat cara:

1. Oksidasi

Oksidasi dapat dilakukan dgn menggunakan oksigen (aerasi), klorin, klordioksida, pottasium permanganat, atau ozon.

- aerasi:

tujuan : menghilangkan rasa & bau (yg disebabkan hidrogen sulfida & komponen organik) dgn oksidasi/valatilisasi, mengoksidasi Fe & Mn, transfer O2 ke dlm air & membebaskan volatil gas dr dlm air. Tipe aerator ada 4, yaitu gravity aerator ( ada cascade aerator, packing tower, tray aerator), spray aerator, diffuser, & mechanical aerator. Oksidasi Fe dpt berjalan dgn baik pd pH 7,5 - 8 dlm waktu 15mnt. Endapan besi yang terbentuk dpt dihilangkan dgn koagulasi dn filtrasi. Aerasi mampu mengendapkan besi jika tidak ada zat organik jenis humic & fulvic acid (jika ada zat tsb akan membentuk seny kompleks dgn besi yg tdk dpt mengendap scr sempurna setelah aerasi, dan biasanya ikatan kompleks in berwarna,selain itu memperlambat proses oksidasi).


 

  • Klorinasi :

Klorin digunakan krn memiliki kecepatan oksidasi > aerasi, dan mampu mengoksidasi besi yg berikatan dgn zat organik, tapi keceptan oksidasi berkurang. pH yg baik pada 8 - 8,3 oksidasi besi membutuhkan waktu 15-30 mnt. jika dlm air baku mengandung amonia menyebabkan terbentuknya kloramin shg laju oksidasi berkurang. Keefektifan oksidasi dipengaruhi kehadiran bahan organik (ex. asm humic & asam fulvic). Pada oksidasi besi, bahan organik menggunakan kebutuhan sebagian klorin & dpt jg membentuk besi organik kompleks, sehingga memberi efek yg krg baik pd proses oksidasi. Klorin mengoksidasi bahan org. humic & fulvic acid membentuk trihalomethan yag bersifat koarsinogenik. Selama proses oksidasi klorin, sisa klorin seharusnya dijaga sampai pd proses berikutnya untuk mencegah penurunan kondisi yg dpt menyebabkan terlarutnya kembali endapan. Pada umumnya proses standar penurunan Fe & Mn menggunakan koagulasi dgn alum, flokulasi, pengendapan, & filtrasi dgn didahului proses preklorinasi. Dosis sisa klor yg dianjurkan minimum 0,5mg/l.

  • Klordioksida :

Klordioksida adalah oksidan kuat yg secara efektif mengoksidasi Fe & Mn yg berikatan dgn zat organik. Klordioksida merupakan gas yg tdk stabil & mudah meledak. pH yg diperlukan untuk reaksi oksidasi besi minimum 7. Secara teoritis 1mg/l klordioksida mampu megoksidasi 0,83 mg/l besi dan 0,41mg/l. Penggunaan klordioksida lebih mahal sekitar 5x lipat dibandingkan dgn klorin.

  • Pottasium Permanganat

Mrpkn oksidan kuat, waktu oksidasi 5 - 10 menit pd pH 7,0. Secara teoritis 1mg/l KMnO4 mengoksidasi 1,06 mg/l besi dan 0,52 mg/l mangan. Proses oksidasi kan lbh efektif jika ada penambahan klorin sebelumnya. Penggunaan oksidan ini lebih mahal, namun tidak menghasilkan trihalomethan jika digunakan untuk mengoksidasi bahan organik.


 

  • Ozonisasi

Ozon dpt digunakan untuk mengoksidasi Fe & Mn dgn kecepatan oksidasi yg tinggi. Secara teoritis untuk mengoksidasi 2,3 mg/l Fe dan 1,15 mg/l diperlukan 1mg/l ozon. Dosis ozon yang berlebih di reservoir akan membentuk pottasium permanganat yang menyebabkan air berwarna merah muda.

2. Ion Exchange

Air baku yang mengandung besi dan mangan < 0,5 mg/l dpt diturunkan menggunakan ion exchange, selain itu unit ini juga mampu menghilangkan kesadahan. Proses ini sebaiknya pd kondisi anaerobik untuk menjaga elemen2 agar tdk teroksidasi. Proses ini biasanya digunakan dalam industri. Kekurangannya :

- bahan kimia untuk regenerasi mahal, korosif, bahaya dan buangan regeran sulit diolah.

- unit yg otomatis memerlukan perawatan ali dan unit yang tidak otomatis memerlukan operator yg terlatih dan perhatian yg serius.


 

3. Mangan Zeolite Filtration

Zeolit adalah pasir hijau dilapisi mangan. Setiap butir pasir dilapisi dgn asam2 besi dan mangan. Tipe media filter ini adalah bentuk dari ion exchange yang biasa digunakan di industri. Proses ini membutuhkan penambahan potasium permanganat pada influent filter secara kontinu, yg berfungsi untuk mengoksidasi besi dan mangan serta berfungsi untuk regenerasi media filter. Dosis pottasium permanganat harus benar2 tepat karena sisa pottasium permanganat menyebabkan air berwarna merah muda. Disisi lain, dosis yg tepat akan memungkinkan lolosnya mangan di effluen filter. Pada kasus pengolahan air tanah, zeolit lbh baik ditempatkan pd filter bertekanan daripada filter gravitasi krn untuk mjg tekanan discharge dr pompa sumur. Perencananan spt ini menghemat biaya pemompaan dan backwash menggunakan air dari effluent filter lain.


 

4. Sequestering Process

Proses ini biasanya digunakan untuk air baku dgn kandungan Fe dan Mn < 2mg/l, termasuk kandungan sodium silica. trisodium phosphate, hexametaphosphat, dan zinc orthophosphat. Proses ini jarang digunakan untuk pengolahan air ukuran menengah smp sistem penyediaan air domestik karn biaya besar.


 


 

5. Lime Softening

Besi dan mangan lebih efektif dihilangkan dgn proses pelunakan krn dpt membuat pH mjd 9,5 yg mrpkan kondisi yg baik untuk oksidasi Fe dan Mn. Berdasarkan hubungan pH dgn kelarutan 83% besi mengendap pd pH 8,4 dan pada pH 8,8 - 9,6 besi akan mengendap 92% - 100%. Mn akan mengendap maks pd Ph 9,4 - 9,8 sebanyak 98-100%. Lime softening akan lebih efisien jika didahului dgn proses aerasi.

Sumber : http://www.mail-archive.com/palanta@minang.rantaunet.org/msg15305.html


 

  1. Klorida

Klorida dalam air untuk penyamakan kulit, perlu dihilangkan, sebab dapat mengganggu proses penyamaka kulit. Karena klorida dapat bereaksi dengan bahan penyamak dan membentuk endapan putih.

Untuk mengetahui kandungan klorida pada air yang akan digunakan sebagai bahan penyamak, dapat digunakan metoe berikut:

Analisis Klorida Secara Kuantitatif

Analisa klorida secara kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya analisa secara titrimetri dengan menggunakan metode argentometri. Metode yang sering digunakan pada penetapan klorida adalah metode argentometri. Metode argentometri (titrasi pengendapan) yang tergolong pada pemeriksaan kimia secara titrimetri / volumetri.

a. Pengertian

Titrimetri atau analisa volumetri adalah salah satu cara pemerikasaan jumlah zat kimia yang luas penggunaannya. Cara ini sangat menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan ketepatan cukup tinggi, juga dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang berbeda-beda.


 


 


 

b. Prinsip

Dalam larutan netral atau sedikit basa, kalium kromat dapat menunjukan titik akhir titrasi klorida dengan perak nitrat. Perak klorida yang terbentuk diendapkan secara kuantitatif sebelum warna merah perak kromat terbentuk.

Reaksi

AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3

AgNO3 + KCl AgCl + KNO3

Dalam titrasi pengendapan zat yang ditentukan bereaksi dengan zat pentiter membentuk senyawa yang sukar larut dalam air, syarat-syaratnya:

a) Terjadinya kesetimbangan serbaneka harus berlangsung cukup cepat;

b) 4 Zat yang akan ditentukan akan bereaksi secara stoikiometri dengan zat pentiter;

c) Endapan yang terbentuk harus sukar larut sehingga terjamin Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

d) kesempurnaan reaksi sampai 99,9%;

Beberapa cara titrasi pengendapan yang melibatkan ion perak, diantaranya adalah cara mohr, cara volhard dan cara fajans. Pada cara mohr ion-ion halida (Cl-, Br-, I-) ditentukan dengan larutan baku perak nitrat, dengan memakai ion kromat atau peralatan yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi. Titrasi larutan ion klorida 0,1 M dengan cara mohr, reaksinya sebagai berikut

Ag - + Cl- AgCl

Cara titrasi volhard dapat pula digunakan untuk menetukan ion-ion halida dengan cara titrasi kembali. Penentuan ion klorida agak rumit dengan titrasi ini, lantaran kelarutan AgCl lebih tinggi daripada kelarutan AgSCN, maka pada penentuan ion klorida dengan cara volhard, titrasi harus dihentikan pada saat timbulnya warna merah pertama kali, atau titrasi kembali dilakukan setelah AgCl dipisahakan terlebih dahulu.


 

4. Pemakaian Titrasi Pengendapan

Pada umumnya titrasi pengendapan didasarkan pada penggunaan larutan baku perak nitrat sehingga cara titrasi ini sering dinamakan titrasi argentometri. Pada titrasi ini biasanya digunakan larutan baku perak nitrat 0,1 M dan larutan baku Kalium Tiosianat 0,1 M. Kedua pereaksi ini dapat diperoleh sebagai zat baku utama, namun kalium tiosianat agak mudah menyerap air sehingga larutannya perlu dibakukan dengan larutan perak nitrat. Kedua larutan baku ini cukup mantap selama dalam penyimpanan asalkan disimpan dalam wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya.

Pelarut yang dugunakan harus air betul-betul murni, atau air suling. Kalau tidak kekeruhan akan muncul lantaran pengaruh ion klorida yang ada di dalam air. Jika larutan itu disaring, kemudian dibakukan dengan NaCl secara gravimetri.

Selain larutan kalium tiosianat, larutan amonium tiosianat 0,1 M sering pula dipakai sebagai larutan baku di dalam titrasi argentometri. Namun, karena amonium tiosianat sangat mudah menyerap air, maka harus dibakukan dulu dengan larutan baku perak nitrat memakai cara titrasi volhard. (Rivai, H. 1995).

5. Ion-ion Pengganggu

Ion-ion yang dapat mengganggu dalam penetapan kadar klorida metode argentometri atau pengendapan adalah: Bahan-bahan yang terdapat dalam air minum dalam jumlah yang normal tidak mengganggu; Bromida, iodida, dan sianida ekivalen dengan konsentrasi klorida; Ion sulfida, ferri sulfat dan sulfat menggaggu, tetapi dapat dihilangkan dengan penambahan hidrogen peroksida; Ion sulfida, ferri sulfat dan sulfat menggaggu, tetapi dapat dihilangkan dengan penambahan hidrogen peroksida; Ortofosfat yangn lebih dari 25 mg/L mengganggu dengan membentuk endapan perak fospat; Besi yang lebih dari 10 mg/L mengaburkan titik akhir.


 


 


 


 

Tuesday, May 12, 2009

ANALISA KULIT SAMAK NABATI

BAB I

PENDAHULUAN


 

1.1 Maksud dan Tujuan

    Dalam praktikum ini bertujuan untuk menentukan kualitas kulit samak nabati (kulit sol), sehingga dapat ditentukan apakah kulit tersebut telah sesuai dengan SNI atau tidak. Dari hasil pemeriksaan dapat dikemukakan melalui hasil kualitatif maupun kuatitatif, sehingga dapat dijadikan evaluasi dalam kesalahan-kesalahan proses penyamakan kulit tersebut. Singkatnya, analisa ini bertujuan sebagai kontrol dasar penyamakan kulit serta pencegahan kerusakan-kerusakan kulit yang mungkin saja bisa terjadi akibat perlakuan yang salah dalam pengolahan kulit tersebut.


 

1.2 Dasar Teori

    a. Sekilas tentang penyamakan Nabati

        Kulit merupakan salah satu bagian dari makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan. Di zaman modern sekarang ini kulit hewan banyak dimanfaatkan sebagai produk kerajinan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Produk-produk yang menggunakan bahan kulit diantaranya adalah sepatu, ikat pinggang, tas, sarung tangan golf, dsb.

Tentunya bahan kulit yang berasal dari hewan tersebut tidak bisa begitu saja kita manfaatkan, karena hal ini harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu,proses ini yang dinamakan penyamakan kulit. Penyamakan kulit pada dasarnya adalah proses pengubahan struktur kulit mentah yang mudah rusak oleh aktifitas mikro organisme, kimiawi atau fisik menjadi kulit tersamak yang lebih tahan lama. Mekanisme ini pada prinsipnya adalah pemasukan bahan-bahan tertentu kedalam jalinan serat kulit sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dengan serat kulit.

Apabila bahan kulit hewan tersebut sudah stabil atau sudah disamak, maka barulah bahan kulit tersebut dapat dimanfaatkan. Proses penyamakan bahan kulit hewan tersebut memerlukan 3 tahapan, yaitu :


 

  1. Beam house operation
  2. Tanning operation
  3. Finishing operation

Harus diingat bahwa kulit merupakan bahan organik yang akan disamak, dan mempunyai sifat-sifat yang masih amat sensitif terhadap beberapa jenis kemikalia serta mikroorganisme, selam berlangsungnya proses penyamakan.

Untuk memperoleh hasil kulit tersemak yang sesuai, seperti yang diharapakan, maka pengontrolan selama proses berjalan harus dilakukan secara teliti dan terus menerus, agar dapat selalu disesuaikan dengan kondisi dan ketentuan yang diwajibakan untuk masing-masing penyamakan, seperti yang akan diuraikan dibawah ini, misalnya pengontrolan pH, kepekatan cairan, uji setelah proses berlangsung (tiap-tiap proses mengalami caran uji yang berbeda dengan proses lainnya, selama proses berlangsung). Dan dengan pengontrolan yang terus-menerus, kerusakan karena kelalaian dan kecerobohan dapat dihindarkan.

Bahan Penyamak Nabati

Tannin adalah subtansi pahit yang terdapat dalam babakan, buah kacang-kacanga, daun, akar atau biji. Dipakai untuk mengubah kulit hewan mentah menjadi kulit samak. Karena hal tersebut dari tumbuh-tumbuhan, maka dinamakan bahan penyamak nabati. Sumber bahan penyamak ini bermacam-macam sehingga akan berbeda-beda pula dalam kekuatan dan sifat, warna konsentrasi dan kualitasnya. Jadi hasil kulitnya pun sangat berbeda, bahkan diperuntukan penyamak berbagai macam kulit, antara lain kulit yang keras empuk, warna tetap atau terang, berat dan ringan. Tannin tersebut dapat digunakan sendiri-sendiri atau secara berbagai kombinasi untuk memperoleh berbagai efek.

Kulit yang disamak nabati umumnya berwarna coklat muda atau kemerahan sesuai dengan warna bahan penyamaknya. Ketahanan fisiknya terhadap panas kurang baik dibandingkan dengan kulit yang disamak khrom walaupun lebih baik dibandingkan dengan kulit yang disamak dengan minyak atau formaldehid. Kulitnya agak kaku, tetapi empuk, cocok untuk digunakan sebagai bahan dasar ikat pinggang, tas terutama yang pengerjaannya dengan tangan.

Bahan penyamak nabati ialah bahan penyamak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung bahan penyamak dapat diketahui:

  • Rasanya sepet,bila dirasakan dengan lidah
  • Warnanya akan menjadi hitam bila bersinggungan dengan besi


 

  • Bahan penyamak ini dapat dihasilkan dari :
  1. Babakan (kulit)     : akasia, sagawe, tungguli, bako2, mahoni, pilang dll
  2. Kayu            : Quebraco,eiken, mahoni,dll
  3. Daun            : sumoch,gambir,the, dll
  4. Buah            : pinang, manggis, sabut kelapa, valonea, divi2, dll


     

Kulit Sol

Kulit sol adalah kulit yang diperoleh dari penyamakan kulit sapi dengan menggunakan bahan penyamak nabati. Kulit sol digunakan sebagai lapisan bawah pada sepatu sehingga kulit tersebut harus keras. Dalam pengujian kulit sol perlu dilakukan pengujian secara organoleptis, fisis dan kimiawi untuk mengetahui kualitas dari kulit sol tersebut.

    Kulit Sol adalah kulit jadi, matang dari bahan baku kulit sapi yang disamak nabati, atau dikombinasikan krom nabati, umumnya digunakan sebagai bawahan sepatu, insole, maupun Out sole. Penggunaannya dalam sepau antara lain untuk : pengeras muka dan belakang, penguat tengah, sol luar, pengisi telapak kaki muka, pita, sol dalam, sol tengah, lapis hak.

Dalam penyamakan kulit sol, bahan baku yang kita gunakan akan mempengaruhu kulitasi kulit hasil samakan kita. Untuk itu kita perlu membahas tentang bahan baku dan bahan pewnyamak yang digunakan dalam proses penyamakan kulit sol.

Suda kita ketahui sebelumnya bahwa kulit sol merupakan kulit yang berasa dari penyamakan kulit sapi. Pada hewan sapi faktor jenis bangsa lebih besar pengaruhnya terhadap kulit dibandingkan dengan umurnya. Kulit sapi perah umumnya mempunyai rajah lebih halus dari pada kulit sapi tipe daging pada umur yang sama. Kulit sapi Brahmana mempunyai kelas yang sangat menonjol, hal ini menurunkan nilai kulitnya dibandingkan dengan jenis bangsa yang tidak berkelas.

    Kulit "Pedet" (anak sapi) mempunyai ciri-ciri yang sama dengan sapi dewasa tetapi sruktur kulitnya dalam keadaan lebih halus. Pada hewan sapi faktor umur lebih besar pengaruhnya terhadap kulit dibandingkan dengan jenis bangsanya. Pengaruh jenis bangsa tidak tampak pada saat "Pedet" sampai umurnya mencapai dewasa.

    Semakin tua hewan , akan semakin banyak bekas-bekas luka karena pukulan, guratan cap bakar, parasit. Hewan betina mempunyai rajah yang lebih halus dibandingkan hewan jantan. Hewan jantan pada umumnya mempunyai bobot rata-rata lebih berat dan daya tahan renggang yang lebih besar.

Pada kulit sapi goresan pada rajah yang tidak terlalu dapat diperbaiki dengan penanganan secara mekanik, umumnya Buffing (pengamplasan) kulit disebut "corrected grain" (Purnomo,1984).

Menurut Djoyo Widagdo (1980), pembagian kelas menurut kualitas (mutu) dari kulit sapi adalah sebagai berikut:

  1. Kualitas 1 atau prime
  2. Kualitas 2 atau Intermediet
  3. Kualitas 3 atau Second
  4. Kualitas 4 atau Third
  5. Kualitas akhir atau Rejek


     

    Analisa Kulit tersamak

  • Cara pengambilan contoh kulit

    Contoh kulit diambil secara acak dari jumlah lembar kulit dalam satu (1) tanding (bisa dalam side / lembar utuh)

    Tabel 6. Jumlah contoh kulit dan syarat lulus uji organoleptis

No

Jml kulit dalam satu tanding

Contoh kulit yang diambil

Jml yang memenuhi syarat

Lulus uji

Tidak lulus uji

1

2

3

4

5

6

7

8

9

s/d 50

51 - 150

151 - 280

281 - 500

501 - 1200

1201 - 3200

3201 - 10.000

10.001 - 35.000

35.001 - <

5

20

32

50

80

125

200

315

500

0

1

2

3

5

7

10

14

21

1

2

3

4

6

8

11

15

22

Kelas A, B, C kerusakan = 10%, 15%, 25%


 

Tabel 7. Jumlah contoh kulit untuk uji kimiawi dan fisis

No. Urut

Jml kulit dala satu tanding

Contoh kulit yang diambil

1

2

3

4

s/d 50

51 - 500

501 - 3200

3201 - <

2

3

5

8


 


 


 

  • Syarat Lulus Uji (SNI-0642-1989)

    Satu tanding dinyatakan lulus uji / diterima apabila: hasil uji contoh kulit secara organoleptis, fisi, dan chemis memenuhi persyaratan yang ditentukan.

    • Lulus kelas A jika organoleptis kerusakan 10%
    • Lulus kelas B jika organoleptis kerusakan 15%
    • Lulus kelas C jika organoleptis kerusakan 25%

    Satu tanding dinyatakan tidak lulus uji / ditolak apabila hasil uji, secara organoleptis, fisis dan chemis tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.


     

  • Cara pengambilan contoh kulit (SNI-0642-1980)

    Setelah kita mendapatkan contoh kulit dari populasi kulit jadi tertentu (satu tanding), contoh kulit segera dipersiapkan untuk dipotong menjadi contoh uji (cuplikan), sesuai dengan jenis pengujiannya.

    Untuk pengujian kimiawi kulit, diambil dari semua bagian, bagian Krupon (K), bagian Leher (L), bagian Perut (P), untuk pengujian fisis dari bagian Krupon saja.


     


     


     

    Gambar 1. Gambar Pengambilan Contoh Uji

    Cara Kerja:

    • Gambarlah satu side dari kulit besar.
    • Tentukan bagian K, P dan L seperti gambar.
      • Bagian Krupon (K) dari pangkal ekor kearah leher dengan jarak 12,5 cm, dari garis punggung ke bawah dengan jarak 5 cm.

            Luas bagian krupon = 20 cm X 20 cm

      • Bagian perut diambil dari tengah-tengah bagian perut.

            L:uas bagian perut = 7,5 cm X 5 cm

      • Bagian leher diambil dari tengah-tengah bagian leher.

        Luas bagian leher = 7,5 cm X 5 cm

    Jika dianggap perlu, maka contoh dapat diperluas.

    Menurut SII-0019-70 / SNI 06-0235-1989, kulit sol sapi adalahkulit matang berasal dari kulit sapi yang disamak dengan zat penyamak nabati dan umumnya digunakan untuk sol pada pembuatan sepatu.

    Tabel 5. Syarat Mutu Kimiawi Kulit Sol Sapi

No

Uraian

Satuan

Persyaratan

1

Kadar air

%

Maksimum 18

2

3

Kadar abu jumlah

Kadar zat larut dalam air

%
%

Maksimum 2,5

Maksimum 10

4

Kadar minyak / lemak

%

Maksimum 2,0

5

Derajat penyamakan

%

60 - 95

6

pH

%

untuk pH 3,5 – 4,5 bila diencerkan 10 kali selisish pH maksimum 0,7


 

b. Jenis-Jenis Analisa Kulit Samak Nabati    

Pada dasarnya analisa kualitas nabati dapat ditentukan melalui 3 jenis analisa yang meliputi:

  1. Secara organoleptis
  2. Secara kimiawi
  3. Secara fisis


 

  1. Secara organoleptis

    Pemeriksaan secara oragnoleptis merupakan jenis pemeriksaan kulit samak dengan menggunakan panca indera. Pemeriksaan ini hanya dapat menentukan kualitas kulit secara sepintas, sehingga pemeriksaan ini kurang sempurna. Adapun alat pancaindera yang biasa digunakan dalam pemeriksaan kualitas kulit secara organoleptis adalah mata, perasa, pengecap, dan pencium. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan di pabrik-pabrik kulit pada penyortiran kulit, sebelum dianalisa lebih lanjut.


 

  1. Secara kimiawi

    Pemeriksaan secara kimiawi biasanya dilakukan di laboratorium dan menggunakan alat-alat serta bahan-bahan kimia. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menganalisa kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses penyamakan kulit yang dianalisa, sehingga bisa diketahui kandungan-kandungan kimiawi dari kulit tersebut secara spesifik, tergantung analisa yang dilakukan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:


     


     

    1. Kadar air

      Uji kadar air ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan air dari kulit tersebut, sehingga kita dapat mengetahui apakah kulit tersamak tersebut kering atau tidak, sebab apabila kandungan airnya berlebihan atau lembab, maka akan mempengaruhi kualitas kulit, sebab kulit tersebut akan menjadi mudah rusak oleh mikroorganisme

    2. Kadar abu

      Analisa kadar abu dilakukan untuk mengetahui kadar zat anorganik yang terkandung dalam kulit samak tersebut. Biasanya zat yang terkandung berupa garam inggris, serta berasal dari bahan-bahan pemberat pada bagian daging yang berupa tanah liat dan lain-lain.

    3. Kadar minyak

      Analisa kadar minyak dilakukan untuk mengetahui kandungan minyak yang ada pada kulit samak. Biasanya minyak yang terkandung dalam kulit tersamak tersebut merupakan minyak yang berasal dari fatliquor. Terlalu banyak kandungan minyaknya menandakan kulit terlalu lemas, dan dapat mudah bercendawan dan mengadakan noda pada nerf, sedangkan apabila terlalu rendah menandakan kulit cepat mengering dan mudah retak dan pecah kalu terkena panas.

    4. Ph kulit tersamak

      Analisa ph kulit tersamak penting dilakukan sebab dalam analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya pH kulit samak tersebut. Jika pH terlalu tinggi biasanya menandakan bahwa dalam proses penyamakan, terutama pada proses netralisasi tiak sempurna.

      Sedangkan jika terlalu rendah menandakan bahwa dalam kulit tersebut terkandung asam-asam bebas organik/ anorganik yang dapat meresap pada kulit pada waktu penyimpanan.

    5. Kadar zat terlarut

      Kadar zat larut perlu dianalisa, sebab untuk menentukan banyaknya tannin yang tidak terikat, atau diisi terlalu banyak dengan benda-benda yang muah terlarut dalam air pada kulit tersamak tersebut. Sedangkan terlalu rendah menandakan bahwa bahan sol tidak diisi dengan bahan ekstrak penyamak.


       


       

    6. Kadar abu tak larut

      Kadar abu tak larut perlu dianalisa sebagai dasar penentuan derajat penyamakan, dalam kadar abu tak larut terkandung unsur-unsur anorganik yang ak bisa larut dalam air.

    7. Derajat penyamakan

      Derajat penyamakan perlu dianalisa, sebab untuk menetukana seberapa masaknya kulit tersebut. Jika derajat penyamak terlalu tinggi menandakan bahwa bahan penyamaknya terlalu tinggi dan menyebabkan kulit masak sempurna, serta baik fiksasinya. Sedangkan terlalu rendah menandakan bahwa kulit belum masak.


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


 

BAB II

UJI ORGANOLEPTIS


 

2.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

  1. Alat
  • Gunting
  • Mistar


     

  1. Bahan
  • Kulit sol sapi samak nabati


 

2.2 Langkah kerja

Adapun prosedur yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

  1. Kulit diamati menurut jenis kulit, kemudian dilakukan pengujian organoleptis secara visual. Meliputi uji kelepasan nerf, keadaan kulit, cat, ketahanan sobek, serta kelentingn.
  2. Kemudian menentukan luas kulit
  3. Menentukan tempat dan ukuran luas kulit pada krupon, leher, dan perut pada lembaran kulit dengan menggunakan penggaris
  4. Contoh kulit dipotong dengan menggunakan pisau satinlen steel, kemudian dipotong menjadi ukuran kecil-kecil
  5. Potongan kulit dicampur sehingga homogen
  6. Ditimabang dengan menggunakan wadah yang bersih
  7. Disimpan dalam tempat dan suhu kamar.


 

2.1.3 Pengamatan

  • Nerf kulit : cacat, warna kulit tidak rata, permukaan kulit tidak teratur
  • Flash kulit : masih banyak sisa daging, Keadaan kulit kaku
  1. Pembahasan

Dari hasil analisa yang kami laakukan menggunakan panca indera (organoleptis), terlihat bahwa nerf kulit sapi tersebut warnannya tidak rata, serta permukaannya juga tidak teratur. Kulit ini banyak memiliki cacat pada beberapa bagian secara acak. Apabila diklasifikasikan menurut pembagian jenis kulit yang dilakukan oleh Djoyowidagdo, (1980) kulit ini merupakan jenis kulit kualitas 4 atau reject, yang dalam hal ini memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Kualitas 4    

  1. Kulitnya kosong, strukturnya jelek, kulit lemas, warna layu.
  2. Cacat cukup banyak

Sedangkan apabila dibandingkan dengan (SNI-0642-1989) yang merupakan standar mutu produk kulit sol dari kulit sapi samak nabati, kulit ini merupakan jenis kulit kelas C, alasannya karena kulit ini memiliki cacat ± 25%, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa cacat yang ada pada kulit ini menyebar secara acak, terutama pada bagian nerf dekat leher. Pemotongannya pun tidak rata, sehingga pada saat mendiferensiasikan bagian-bagian pada kulit tersebut kami mengalami kesulitan karena sulitnya dibedakan bagian-bagaiannya, seperti leher, punggung, maupun ekor.

Adapun cacat yang ada pada kulit ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor:

  1. Jenis kulitnya memang sudah rusak dari kulit mentahnya, bisa disebabkan karena proses pengulitan yang tidak benar, maupun cacat pada hsapi tersebut ketika masih hidup.
  2. Karena proses mekanis pada proses penyamakan kulitnya.
  3. Karena formulasi ataupun prosedur penyamakan yang tidak benar.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB III

UJI KADAR AIR


 

3.1 Alat dan bahan

Alat

  • Gelas arloji
  • Cawan porselin
  • Crush porselin
  • Crush penjepit


 

Bahan

Sampel kulit nabati 5 gr


 

3.2 Prosedur Kerja

  1. Cawan porselin dibersihkan, kemudian cawan dimasukan kedalam oven untuk dikringkan selama 30 menit dengan suhu 105 0c, kemudian didinginkan dalam eksikator selam 10 menit.
  2. Sampel disiapkan dengan cara sampel ditimbang sebanyak 5 gram
  3. Sampel dimasukan kedalam cawan porselin, kemudian ditimbang
  4. Cawan porselin yang berisi sampel dimasukan kedalam oven dengan suhu 102 0 c selama 2 jam
  5. Cawan didinginkan dalam eksikator selama 10 menit, kemudian cawan yang berisi sampel ditimbang
  6. Dilakukan pemanasan berulang hingga diperoleh berat tetap


 

3.3 Hasil dan Perhitungan

Diketahui :

    Berat cawan kering    = 35,9979 gr

    Berat sampel        = 5,0034 gr

    Berat cawan + kulit    = 40, 9813 gr

    Berat kulit akhir     = 40 , 2756 gr


 


 

Ditanyakan : kadar air ...?

    % air = berat kulit awal – berat kulit akhir x 100

berat kulit awal    

= 40,9813 gr – 40,2756 x 100

5,002 gr

         = 14, 10835 %

Jadi kadar air dari sampel kulit sol tersebut adalah sebesar 14,108%


 

3.4 Pembahasan

Cara pengujian yang kami lakukan dalam analisa kadar air ini adalah dengan mengambil sampel kulit tersebut, kemudian memanaskan dalam oven dengan suhu sekitar 102°C selama 2 jam. Adapun kekurangan dari cara pengujian ini antara lain bahan-bahan organik atau gas yang mudah menguap akan ikut menguap sehingga mengurangi ketelitian. Sedangkan ketelitian dipengaruhi oleh ruang pengering., penggerakan udara di dalam pengering, tebal lapisan dan ukuran contoh konstruksi alat dan jumlah bahan seta posisinya dalam alat pengering.

Dari hasil perhitungan yang kami lakukan, kami mendapatkan kadar air dalam sampel kulit sol tersebut adalah sebesar 14,1%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989. Kadar air dalam kulit tersebut belum melebihi ambang batas. Dan termasuk baik. Kadar air dalam kulit memepengaruhi kelembaban kulit samak tersebut. Semakin lembab atau banyak kadar airnya, maka kulit tersebut semakin mudah terserang oleh bakteri maupun jamur yang merusak kulit tersebut.


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB IV

ANALISA KADAR ABU


 

  1. Alat dan bahan

    Alat

  • Gelas arloji
  • Crush porselin
  • Crush penjepit


     

Bahan

Sampel kulit nabati 3 garam


 

  1. Prosedur kerja
    1. Crus porselin dicuci, kemudian dimasukan kedalam oven selama 30 menit dengan suhu 1050C
    2. Crush porselin didinginkan kedalam eksikator selama 10 menit
    3. Sampel ditimbang sebanyak 3 gram
    4. Crus porselin ditimbang sebagai berat kosong
    5. Sampel dimasukan ke dalam crush porselin, kemudian ditimbang kembali
    6. Crush porselin yang berisi sampel dimasukan kedalam oven dengan suhu 102 0C selama 2 jam
    7. Cawan didinginkan beserta sampel dalam eksikator selama 10 menit, kemudian ditimbang
    8. Dilakukan pemanasan dan penimbangan berulang-ulang hingga mencapai berat konstan


     

    1. Hasil dan Perhitungan

    Diketahui :

            Berat cawan kosong    = 11,0012

            Berat sampel        = 3,003

            Berat cawan + sampel    = 14,0042

            Berat kulit akhir        = 11,0543


     


     

    Ditanyakan : kadar abu ....?


     

            Kadar abu = berat cawan + sampel – berat cawan kosong x 100

    Berat sampel

                % abu = 14,0042 – 11,0012 x 100

    3,003

                 %abu    = 1,76823 %

Jadi kadar abu total dalam sampel kulit sol tersebut adalah sebesar 1,76823 %


 

  1. Pembahasan

    Dalam praktikum ini, metode yang digunakan dalam penentuan kadar abu, adalah dengan cara memanaskan sampel didalam furnace dengan suhu 750°C hingga menjadi abu. Dengan mengetahui kadar abu total dalam sampel, maka dapat diketahui kadar zat anorganik yang terkandung didalamnya. Dalam pemanasan tersebut, zat-zat organik habis menguap, sedangkan yang tersisa tinggal zat organik, yang diindikasikan sebagai bahan-bahan penyamak yang terkandung dalam kulit tersebut.

    Dari hasil praktikum yang kami lakukan, kami mendapatkan kadar abu dalam sampel sekitar 1,76%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989 dimana kadar abu jumlah maksimum yang ada pada kulit sol samak nabati adalah sebesar 2,5%. Dapat dilihat bahwa kadar abu yang terkandung dalam sampel masih dalam ambang batas, sehingga untuk kadar abu sampel memenuhi standar SNI 06-0235-1989.


 


 


 


 


 

BAB V

ANALISA PH KULIT TERSAMAK

  1. Alat Dan Bahan

Alat

  • Pengaduk magnet
  • Ph meter
  • Neraca analitik
  • Gelas arloji
  • Erlenmeyer bersumbat basah
  • Gelas piala

Bahan

  • Kulit sapi samak nabati


 

  1. Prosedur Kerja
    1. Mendidihkan 400 ml air suling, kemudian didinginkan dan ditutup
    2. Contoh uji kulit ditimbang sebanyak 5 gram, lalu dimasukan dalam erlenmeyer bersumbat asa ukuran 125 ml kemudian ditambahkan dengan 100 ml air air suling kemudian larutan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet frekuensi 50 kali selama 4 jam
    3. Larutan di enap tuangkan kedalam gelas beker dan diukur ph nya
    4. Larutan diambil 10 ml dan diencerkan menjadi 10 kalinya dengan aquades dan diukur phnya kembali


 

  1. Hasil pengamatan
    1. Warna larutan

    Warna cairan: Coklat muda

    Setelah diencerkan: bening kekuningan


     

    1. pH larutan

    pH cairan kulit samak nabati

    cairan encer 1 : 10= 4,705

    cairan yang pekat= 3,56

  2. Pembahasan

    Dalam praktikum ini metode yang digunakan untuk mengekstraksi kulit agar diketahui pH nya adalah dengan cara mengaduk kulit sampel yang telah dipotong kecil-kecil dengan menggunakan alat pengaduk otomatis, selama 4 jam. dalam pengadukan ini hanya menggunakan tenaga mekanis, tidak menggunakan panas. Selama pengadukan, cairan yang digunakan untuk melarutkan kulit berangsur-angsur warnanya berubah menjadi kecoklatan bening. Perubahan warna larutan ini mengindikasikan bahwa zat-zat penyamak yang terkandung didalam kulit terlarut dalam air pelarut tersebut. Pengadukan dilakukan selama 4 jam dengan putaran yang konstan, tujuannya agar pelarutan zat-zatnya menjadi sempurna. Setelah itu air yang digunakan untuk melarutkan kulit di saring sisa-sisa kulitnya, kemudian dites pH nya menggunakan alat pH tester. Dalam menggunakan alat ini terlebih dahulu alat ini harus dicelup ke aquades ber pH netral untuk menetralkan pH alat dan membersihkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada alat. Setelah itu alat tersebut digunakan untuk mengetes pH laruatan kulit. Dalam pengetesan ini dilakukan 2 kali pengetsan pH. Yang pertama dilakukan dengan menggunakan cairan pelarut kulit yang belum diencerkan, pada larutan tersebut memeiliki pH sekitar 3,56 sedangkan pada larutan yang telah diencerkan 10 kali, memiliki pH senilai 4,705.

    Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989, dimana pada standar SNI tersebut, pH kulit sol samak nabati sol untuk pH 3,5 – 4,5 bila diencerkan 10 kali selisish pH maksimum 0,7. Terlihat selisih pH antara yang belum diencerkan dan yang sudah diencerkan adalah sebesar 1,145. Nilai ini melebihi ambang batas yang ditetapkan dalam SNI 06-0235-1989. pH kulit samak nabati ini berada pada suasana asam.


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


 

BAB VI

ANALISA KADAR MINYAK/ LEMAK DALAM KULIT SAMAK NABATI


 

  1. Alat Dan Bahan

Alat

  • Satu set alat sokhlet
  • Oven
  • Desikator
  • Timbangan analitik
  • Gelas arloji
  • Kertas saring

 

Bahan

  • Kulit sapi samak nabati
  • Bahan pelarut organik
  1. Prosedur Kerja
    1. Labu sokhlet dipanaskan dalam oven pada suhu 100 0 C selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang untuk diketahui beratnya
    2. 10 gram contoh ditimbang kemudian dimasukan selongsong uji lemak dan ditutup dengan kapas
    3. Dimasukan kedalam sokhlet an labu diisi dengan pelarut bezen sebanyak 2/3 volume labu
    4. Diekstrasi dengan 20 kali sirkulasi masing-masing sekitar 15 menit


     

    1. Pengamatan dan perhitungan

      Pada paraktikum pengujian kadar minyak yaitu menggunakan pelarut petrolium eter, petrolium eter adalah pelarut organik dengan titik didih 40-60 0C, berwarna bening,dingin, mudah terbakar serta bau menyengat. Pada kegiatan destilasi, kecepatan untuk satu sirkulasi membutuhkan waktu kurang lebih lima menit, setelah kegiatan ekstrasi selesai, pada labu terbentuk 2 fase yaitu untuk fase atas merupakan pelarut sedangkan untuk fase bawah merupakan larutan minyak dengan jumkah yang cukup sedikit. Untuk warna minyak yang diperoleh adalah kekuning-kuningan. Setelah dioven maka pelarut yang masih bercampur dengan minyak menguap sehingga larutan yang tersisa adalah minyak.

      Hasil Dan Perhitungan

      Diketahui :

           Berat crush kosong         = 42, 193 gram

      Berat crush kosong + minyak

      Berat sampel

      Ditanya = ....?

      Kadar minyak = berat crush kosong + minyak – berat chrus kosong x 100

    berat sampel

    = 42,307 – 42,193 x 100

                    10,009

    = 1,1389 %

    Jadi kadar minyak/ lemak dalam kulit tersamak tersebut adalah sebesar 1,1389 %


     

    6. 9 Pembahasan

    Dalam praktikum ini menggunakaan konsep ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik. Adapun bahan pelarut yang digunakan adalah benzene. Alasan penggunaan pelarut ini karena pelarut ini merupakan jenis pelarut non polar yang bisa melarutkan minyak yang ada dalam kulit. Selain itu titik didih benzene sangat rendah dibandingkan dengan air ataupun minyak, sehingga memudahkan nantinya dalam pemisahan antara benzene dengan minyak yang dilarutkannya. Selongsong yang berisi kulit dimasukkan dalam sokhlet yang telah dsambungan dengan pendingin balik an labu godog yang berisi pelarut organik, kemudian dilakukan pemanasan, hingga terjadi 20 kali sirkulasi aliran pelarut. Setelah itu dipisahkan antara pelarut dan minyaknya. Sisa dari pemisahan yang mengandung minyak tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 100°C hingga beratnya tetap. Tujuan pemanasan ini adalah untuk menghilangkan sisa-sisa zat pelaruta yang masih terkandung dalam minyak, sehingga nantinya didaptkan berat minyak murni. Adapun dari hasil analisa yang terhadap sampel yang kami lakukan, kadar minyak yang terkandung dalam sampel adalah sebesar 1,1389.

    Apabila hasil tersebut dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989, dimana dalam SNI tersebut ambang batas kadar minyak yang ada dalam kulit samak nabati adalah maksimal 2 %. Maka sampel kulit yang kami analisa kadar minyaknya tidak melebihi ambang batas. Adapun minyak-minyak yang terkandung pada kulit tersebut merupakan minyak dari bahan fatliquor kulit, dan sisanya merupakan sisa dari lemak-lemak yang tak terbuang pada saat proses penyamakan. Terutama proses degreasing.


     

    BAB VII

    KADAR ZAT TERLARUT


     


     

    1. Alat dan Bahan

      Alat

  • Pesawat kooch
  • Panci
  • Erlenmeyer 250 ml 1 buah
  • Labu ukur 100 ml 1 buah
  • Kompor
  • Thermometer
  • Selang
  • Pipa kecil
  • Kurs porselin
  • Neraca analitis

 


 

Bahan

  • Sample kulit samak nabati 9,741 gr


 

  1. Prosedur Kerja
    1. Kulit bekas pemeriksaan uji lemak dikeringkan di udara agar zat terlarut menguap semua
    2. Kulit dimasukan dalam erlenmeyer, lalu dimasukan air suling dengan suhu 45 0c selama 2 jam hingga mendapatkan 1 liter.
    3. Dipipet zat 25 ml dimasukan dalam cawan porselin, kemudian ditimbang
    4. Larutan diuapkan dalam water bath sehingga air menguap
    5. Masukan cawan dalam oven hingga suhu 1000c sampai berat tetap


     

  2. Pengamatan dan perhitungan
  • Pada saat sebelum dimasukkan kedalam erlenmeyer yang tehubung dengan pesawat kooch, kulit berwarna coklat dan cairan/ larutan dalam erelnmeyer dinaikkan suhunya sehingga larutan menjai semakin keruh dan air mengalir melalui pipa yang dihubungkan mellalui selang ke labu ukur. Larutan dalam labu ukur berwarna kuning bening yang menandakan bahwa zat terlarutnya telah larut dalam air dan terekstraksi kedalam labu ukur.
  • Kemudian diambil sebanyak 25 ml dari larutan hasil ekstrakasi yang berasal dari samak nabati tersebut dan direfluks, hingga airnya habis dan berat cawan tetap.
  • Adapun berat cawannya adalah:
    • Cawan kosong= 81,91 gr
    • Cawan kosong + sampel yang telah direfluks= 81,97 gr

Jadi berat kadar zatterlarutnya adalah

(berat cawan kosong + sampel yang direfluks) – berat cawan kosong)= 81,97 gr – 81,91 gr = 0,06gr


 

%zat terlarut =

    =

    = 24,64%


 

Jadi kadar zat terlarut dalam sampel kulit samak nabati tersebut adalah sebesar 24,64%.


 

  1. Pembahasan

Dalam praktikum analisa zat terlarut ini menggunakan konsep ekstraksi menggunakan pesawat kooch, dimana yang diekstraksi adalah zat-zat dalam kulit samak yang bisa larut dalam air. Prinsip kerja dalam ekstraksi ini adalah berdasarkan tekanan, dimana pesawat kooch diletakkan ditempat yang lebih tinggi darai tempat pengekstraksian, kemudian diisi air dan dialirkan melalui selang kecil yang dijaga debit airnya ke dalam erlenmeyer yang tertutup rapat serta dihubungakan ke labu ukur kosong yang berfungsi untuk menampung hasil ekstraksi. Pada saat air mengalir dari pesawat kooch, didalam erlenmeyer terjai tekanan, karena tak ada udara yang bisa keluar atau masuk secara bebas sehingga menyebabkan air yang mengekstraksi dalam kulit mengalir secara perlahan-lahan melalui selang ke labu ukur yang berukuran 1 liter.

Setelah itu diambil 25 ml air hasil ekstraksi, kemudian di refluks hingga kering. Tujuan merefluks cairan ini aalah untuk mengetahui berat kering dari zat terlarut yang terkandung dalam sampel kulit. Dari hasil praktikum tersebut diketahui kadar zat terlarut dalam sampel kulit samak tersebut adalah sebesar 24,64%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989 dimana dalam SNI tersebut ambang batas kadar zat terlrut dalam kulit samak nabati adalah sebesar 10%. Dari hal itu terlihat bahwa sampel tersebut terlalu banyak mengandung zat terlarut, sehingga tidak memenuhi baku mutu SNI yang telah ditetapkan. Zat terlarut yang terlalu tinggi ini menandakan banyak tannin yang tidak terikat, atau diisi terlalu banyak dengan benda yang larut dalam air misalnya gula, garam inggris dan sebagainya.


 


 


 


 

BAB VIII

UJI KADAR ABU TAK LARUT


 

8.1 Alat dan bahan

Alat

  • Furnace
  • Cawan porselin
  • Penjepit


 

Bahan

Sampel kulit nabati 3 gr


 


 

8.2 Prosedur Kerja

  1. Mengambil sebanyak 3 gram contoh uji dari sisa pengujian kadar minyak dan zat larut dalam air.
  2. Memasukkan alam kurs porselen yang telah diketahui berat keringnya
  3. Memasukkan kedalam furnace dan dipanaskan hingga 800°C. Selam 2 jam hingga menjadi abu
  4. Menimbang cawan porselen yang berisi abu


 


 


 

8.3 Hasil dan Perhitungan

Diketahui :

    Berat cawan kering    = 35,9979 gr

    Berat sampel        = 3 gram

    Berat abu          = 0,04 gr


 


 


 


 

Ditanyakan : kadar abu tak larut ...?

Kadar abu tak larut =

    = 1,33%


 


 


 

8.4 Pembahasan

Cara pengujian yang kami lakukan dalam analisa kadar abu tak larut adalah dengan cara mengambil sampel kulit hasil pengujian kadar minyak dan zat terlarut. Sampel berwarna hitam pekat, kemudian dimasukkan kedalam furnace dan diabukan dengan suhu 800°C selama 2 jam. adapun tujuan dari analisa kadar abu tak alrut adalah untuk menentukan kandungan zat anorganik yang ada dalam kulit yang tak larut dalam air. Nantinya kadar abu tak larut menjadi dasar penentuan derajat penyamakan.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB IX

ANALISA KADAR NITROGEN


 


 

  1. Alat dan Bahan

    Alat

  • Labu kejhdal
  • Pemanas mentel
  • Gelas arloji
  • Pengaduk kaca
  • Gelas ukur 25 ml


 

Bahan

  • Sample kulit samak nabati 9,741 gr


 

  1. Prosedur Kerja
  1. Menyiapkan contoh kulit sebanyak 0,6 gram kemudian dimasukan dalam labu kejhdal
  2. Ditambahkan 10 gram na sulfat, 20 ml h2so4, beberapa butir cu sulfat, dan beberapa selenium kedalam kejhdal yang berisi kulit
  3. Dilakukan distruksi, yaitu semua bahan dicampur kedalam labu kejhdal kemudian dipanaskan kedalam lemari asam, dengan menggunakan pemanas mantel sampai kelihatan jernih
  4. Dilakukan distilasi
  5. Larutan yang telah jernih dipindahkan kedalam labu distilasi
  6. Kemudian ditambahkan 100 ml aquades dan larutan naoh sampai alkali dan ditambahkan pula larutan indikator pp berlebih
  7. Amoniak ditampung dalam 50 ml h2so4 0,1 n dan ditambahkan indikator mo
  8. Kelebihan dari larutan h2so4 dititrasi dengan naoh 0,1 n


 

  1. Pengamatan dan perhitungan

    Pada saat proses destruksi warna larutan adalah keruh berubah menjadi bening, kemudian pH dinaikan dengan menggunakan larutan NaOH 10 %, indicator PP sehingga berwarna kemerah-merahan. Sedangkan pada proses destilasi, amoniak yang dipanaskan dan ditanggap oleh larutan asam sulfat yang telah ditambahi indicator MO sehingga berwarna biru kemerah-merahan. Dan pH larutan adalah 6.

    Pada proses titarsi, menggunakan larutan titran NaOH 0,1 N, larutan titrat merupakan sample dititrasi hingga berwarna bening

Perhitungan

diketahui    :

volume titeran sample    : 157,5 ml

volume titran blanko    : 385,7 ml

ditanyakan    :

kadar tanin terikat ….?

Jawab

  • % N = ( volume blanko – V sample )NaOH x N NaOH x 14 x 100% / berat sample

    % N = ( 228,2 ) x 0,183 x 14 / 600,49 x 100%

    %N = 97,3618%

  • Kadar zat kulit mentah

    = 5,62 x % N

    = 5,62 x 97,3618

    = 547,17%

  • Tannin terikat

    = 100% - ( kadar air + kadar minyak + kadar zat terlarut + kadar abu tak larut + zat kulit mentah )

    = 100% - ( 14,10835 + 1,1389 + 24,64 + 1,33% + 547,17 )

    =-488,38


 

  1. Pembahasan

Dalam praktikum penentuan kadar Nitrogen dalam kulit samak ini dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:

1) Proses destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Dalam pemansan ini menggunakan Katalisator yang berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih asam sulfat. Katalisator N terdiri dari campuran NaSO4 + CuSO4 dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram NaSO4 dapat menaikan titih didih 3 0C. Karena titik didih tinggi maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk menguap.

Kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih efektif. Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam labu khyedal kemudian ditambah dengan 35 ml H2SO4 pekat. H2SO4 pekat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan dari adanya N. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam lemari asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh.

Labu khyedal yang berisi sampel kemudian ditutup dan dipanaskan. Pemanasan yang terjadi mengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernih yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi reaksi sebagai berikut :

(CHON) + On + H2SO4     CO2 + H2O + (NH4)2SO4

                    (Rr. Wirastuti. dkk . 2006)


 

Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan karena reaksi yang sebelumnya sudah usai.

2) Proses Destilasi

Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambah dengan aquadest untuk melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil destruksi dapat didestilasi dengan sempurna serta untuk lebih memudahkan proses analisa karena hasil destruksi melekat pada tabung reaksi besar. Kemudian larutan sampel didestilasi dengan alat destilator. Pada dasarnya tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah amonium sulfat menjadi amonia (NH3) dengan menambah 20 ml NaOH kemudian dipanaskan. Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam.

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam labu kjehdal. Selain itu sifat NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat destilator, ikut memberikan masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang ada dalam labu kjehdal juga berasal dari reaksi antara NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam klorida. Asam standar yang dapat dipakai adalah HCl 0,1N dalam jumlah yang berlebihan.

Larutan sampel yang telah terdestruksi dalam labu khyedal, kemudian alat destilasi berupa pipa kecil panjang dimasukkan ke dalamnya hingga hampir mencapai dasar tabung reaksi sehingga diharapkan proses destilasi akan berjalan maksimal (sempurna). Gelas beker yang berisi 75 ml asam klorida + metil oren ditempatkan di bagian kanan alat destilasi. Metil oren merupakan indikator yang hanya bisa bereaksi pada suasana asam. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini adalah karena memiliki trayek pH 3,1 – 4,4. Pada suasana asam indikator akan berwarna merah muda, Asam klorida (HCl) berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat ditentukan jumlah protein kandungan N. Selama proses destilasi lama-kelamaan volume larutan HCl akan bertamabah, ini dikarenakan larutan HCl menangkap NH3 dari proses distilasi

Reaksi yang terjadi :

(NH4)SO4 + NaOH        Na2SO4 + 2 NH4OH

2NH4OH        2NH3 + 2H2O

4NH3 + 2HCl 2(NH4)2Cl +H2

                 (Rr. Wirastuti. dkk . 2006)


 

Reaksi destilasi akan berakhir bila ammonia yang telah terdestilasi sudah habis, yang ditandai dengan larutan yang didistilat memercik atu meletup didalam labu khyedal. Setelah destilasi selesai larutan sampel berwarna keruh dan terdapat endapan di dasar tabung ) dan larutan asam dalam erlenmeyer bertambah volumenya. Ammonia yang terbentuk selama destilasi dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan (kondensasi) oleh pendingin balik di bagian belakang alat Kjeltec dan dialirkan ke dalam gelas beker yang berisi larutan asam standar.


 

  1. Tahap titrasi

    Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar N pada sampekl kulit. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam klorida yang bereaksi dengan ammonia.

    Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan NaOH yang telah distandarisasi (telah disiapkan) sebelumnya. Normalitas yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,1N. Ambil larutan HCl yang mengandung NH3 10ml ditambah indikator PP kemudian dititrasi dengan NaOH, hingga titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan merah bening menjadi bening tak berwarna karena adanya NaOH berlebih yang menyebabkan suasana netral atau asam. Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam bentuk NH4 sehingga kandungan N pada sampel dapat diketahui melalui perhitungan.

    Sebagai
    pembanding, maka kami membuat blanko, dimana proses pembuatan blanko ini sama dengan proses anaisa sampel, hanya saja tidak memakai sampel kulit, hanya memakai aquades saja. Pada penentuan blanko, terutama pada saat titrasi, terjadi kesalahan prosedur, sehingga mengakibatkan hasil error. Hasil titrasi blanko terlalu besar bandingkan dengan hasil titrasi pada sampel sehingga hasilnya terlalu besar, yaitu mencapai 97%.

    Karena kesalahan itulah, terjadi pula kesalahan dalam penentuan derajat penyamakan, sehingga menyebabkan derajat penyamakan untuk sampel kulit yang kami analisa menjadi minus, yaitu sebesar -488,38. Derajat penyamakan ini tidak bisa dibandingkan dengan SNI kulit tersebut, karena hasilnya tidak valid.


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     

    BAB X

    KESIMPULAN


     

    Dari hasil praktikum dan analisa yang kami lakukan terhadap sampel kulit sol, kami berkesimpulasn sebagai berikut:

    1. Tabel Hasil analisa sampel kulit sol sapi samak nabati dan perbandingan dengan SNI 06-0235-1989:

    NO

    JENIS ANALISA

    HASIL

    KETERANGAN

    1

    Kadar air

    14,10 %

    Memenuhi SNI

    2

    Kadar abu

    1,7683 %

    Memenuhi SNI

    3

    Analisa pH

    pH sebelum diencerkan: 3,56

    pH sesudah diencerkan: 4,705

    Selisih pH: 1,145

    Tidak memenuhi standar SNI

    4

    Analisa kadar minyak

    1,1389 %

    Memenuhi SNI

    5

    Analisa kadar zat terlarut

    24,64%

    Tidak memenuhi standar SNI

    6

    Analisa kadar abu tak larut

    1,33

    -

    7

    Analisa kadar nitrogen

    97,361 %

    -

    8

    Analisa derajat penyamak

    -488,38

    Error

    9

    Organleptis

    Nerf rusak

    Potongan tidak rata

    Sesuai standar SNI kulit


     

    1. Secara garis besar sampel kulit sol sapi samak yang kami analisa, tidak memenuhi kriteria SNI 06-0235-1989.


     


     


     

    DAFTAR PUSTAKA


     

    Hermiyati, Indri, 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Kulit Tersamak. Akademi Teknologi Kulit: Yogyakarta.

    Sudardjo, Ir.Sumarmi dan Sumarni, Sri. 1984. Analisa Kulit dan Bahan Bagian I tahun 1984. Akademi Trknologi Kulit: Yogyakarta.