MENU

Tuesday, February 2, 2010



 

 

 

 

 

 

 
PRAKTIKUM I
PENGENDALIAN MUTU KULIT LAPIS
PENGANDALIAN MUTU KULIT LAPIS

 
  1. TUJUAN
    1. Untuk mengetahui kualitas kulit lapis yang diuji sudah memenuhi standar mutu atau belum.
    2. Untuk mengetahui produk yang baik sehingga dapat digunakan sebagai contoh untuk pembuatan produk berikutnya.
    3. Untuk mengetahui kesalahan proses sehingga dapat melakukan perbaikan proses dimasa mendatang.

     
  2. Tinjauan pustaka
    1. Pengendalian mutu
Pengendalian mutu adalah proses pengawasan, pengukuran, penentuan, dan tindakan perbaikan yang diperlukan terhadap mutu produk maupun jasa agar selalu sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya.
Pengendalian mutu membawa sebuah ide mengenai penetapan dan pemeliharaan dari mutu produk (barang dan jasa), yang akan memuaskan pelanggan dengan kinerja(performance), biaya (cost), dan pengiriman (delivery). Sebuah produk tidak akan diterima konsumen apabila biayanya tinggi atau pengirimannya terlambat, meskipun mutu yang dibawa produk tersebut melebihi permintaan konsumen.
Tujuan pengendalian mutu adalah sebagai berikut
  1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan
  2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat ditekan menjadi sekecil mungkin
  3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses menjadi lebih rendah
  4. Mengusahakan agar biaya produksi menjadi serendah mungkin
Dari tujuan-tujuan yang diungkapkan diatas dapat diketahui bahwa pengendalian mutu atau kualitas, tidak hanya untuk menjaga dan meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan saja, tetapi juga untuk menjaga dan meningkatkan mutu kinerja perusahaan termasuk proses produksi agar sesuai standar perusahaan.
Secara garis besar pengawasan (pengendalian) mutu dapat dibedakan atau dikelompokkan kedalam dua tingkatan , yaitu pengawasan selama pengolahan (proses) dan pengawasan dari hasil yang telah diselesaikan. Berikut penjelasannya:
  1. Pengawasan selama pengolahan (proses)
    Pengawasan dari proses ini haruslah berurutan dan teratur dari awal hingga akhir. Apabila dimulai dari suatu kesalahan, maka harus dibuat suatu keterangan yang diteruskan kepada pelaksana diawal untuk dilakukan penyesuaian kembali. pengawasan pada proses ini, termasuk juga pengawasan atas bahan-bahan (material-material) yang akan digunakan untuk proses.
  2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan
    Walaupun telah diadakan pengwasan mutu dalam tingkat-tingkat proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak atau kurang baik ataupun tercampur dengan hasil yang baik. Untuk menjaga agar barang-barang yang dihasilkan cukup baik atau paling sedikit rusaknya, tidak keluar atau lolos dari pabrik sampai ke konsumen/ pembeli, maka diperlukan adannya pengawasan atas barang hasil akhir / produk selesai. Adanya pengawasan ini tidak dapat mengadakan perbaikan dengan segera.
Langkah-langkah pengendalian mutu
  1. Perencanaan (plan)
    Dalam tahap ini perusahaan menetapkan standar mutu, merencanakan cara atau metode, teknologi material tooling dan para pekerja untuk pencapaian mutu yang diharapkan.
  2. Pelaksanaan (do)
    Pelaksanaan dari rencana perusahaan, termasuk didalamnya proses produksi, pengendalian mutu dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan.
  3. Check (pemeriksaan)
    Memeriksa produk hasil produksi, apakah sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan sebelumnya.

     

     
  4. Action (tidakan)
    Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tahap sebelumnya (check), yaitu mengambil tindakan atas penemuan dari pemeriksaan yang dilakukan. Jika hasil yang telah dicapai sesuai dengan sasaran, maka dilakukanlah standarisasi baik terhadap hasil produksi, maupun terhadap proses atau cara pencapaiannya, sehingga hasil yang telah memenuhi standar tersebut dapat dipertahankan. Tetapi jika produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar yang ditetapkan, maka dilakukan harus dicari penyebabnyadan dilakukan tindakan atas penyebab tersebut
  5. Analize (analisis)
    Pada tahap ini dilakukan analisis atas tahap-tahap sebelumnya. Selain itu juga dapat menganalisis apakah produk dapat diterima pasaran dalam hal mutu , biaya, dan kriteria-kriteria lainnya. Hasil dari analisis ini dapat menjadi acuan untuk perencanaan (plan) berikutnya.
Proses pengendalian ini harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga peningkatan mutu dapat dicapai secara sistematis dan terus menerus.

 
  1. Kulit lapis
Kulit lapis adalah kulit jadi yang dibuat dari bahan dasar kulit kambing, domba, babi, sapi atau split sapi dengan bahan penyamak terutama nabati atau dikombinasikan dengan bahan penyamak krom ataupun sintetis.
Kulit lapis digunakan untuk melapisi sepatu atau dapat juga digunakan sebagai bahan untuk pembuatan barang-barang kulit.
Kulit lapis yang berkualitas tinggi memerlukan persyaratan bahan baku yang baik dari kulit anak sapi (calf), sedangkan yang umum mengunakan kulit kambing kualitas I, II atau III. Sedangkan persyaratan Physik, Organoleptis dan Chemis kulit lapis, adalah :
  1. Syarat Physik:
    Tebal            :    rata, 1-1,2 mm
    Ketahanan tarik    :    min 75 Kg/cm2
    Penyamakan        :    masak
  1. Organoleptis:
    Nerf            :    tidak gembos
    Kulit            :    tidak gembos
  1. Chemis
    Kadar air        :    max 18%
    pH            :    7
(Sumber: Buku petunjuk praktikum penyamakan kulit berat, Wazah, 2009)

 
  1. DIAGRAM ALIR PROSES
    Berikut gambar diagram alir proses pengendalian mutu untuk kulit lapis:

     

     

     

     

     

 
  1. INPUT
    Lampiran I
  2. PROSES
    Lampiran II
  3. PRODUK
    Lampiran III
  4. UJI
    Lampiran IV
  5. KONSUMEN
    Lampiran V
  6. REPROSES
    Lampiran VI
  7. REJEK
    Lampiran VII

     
  1. Hasil pengamatan
Syarat-syarat
Kelas I
physis
  1. penyamakan
  1. tebal
  2. ketahanan gosok cat
    1. kering
    2. basah

       
  3. ketahanan zwik lastibyliti

     
organoleptic
  1. kerusakan
  1. nerf
  2. kulit
  3. cat
  4. ketahanan sobek terus

     
nerf
  1. pembusukan
  1. bekas irisan
  2. lubang-lubang
  3. penyakit
  4. bekas luka
  5. guratan

 
Masak
0,9 (cukup rata)

 
Tidak luntur
Sedikit luntur

 
Nerf tidak pecah, licin dan rata

 

 
7,5219%
Tidak pecah, Licin dan rata
Tidak gembos
Rata tidak pecah
Sobek, tidak ada perlawanan

 

 
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sedikit
Sedikit
Sedikit

 

 

 

 

 

 
  1. Pembahasan
    Pada pengendalian mutu kulit lapis dimana dilakukan pengontrolan maupun pengawasan mengenai berbagai macam aspek. Adapun pada pengendalian mutu ini terdapat beberapa inspeksi/ penngendalian antara lain inspeksi input dimana merupakan pengendalian mengenai bahan baku yang akan digunakan, inspeksi proses dimana merupakan pengendalian mengenai proses produksi dari awal sampai akhir tahapan proses, inspeksi produk dimana merupakan pengendalian mengenai produk yang dihasilkan apakah sesuai dengan standar yang ditetapkan sebelumnya ataukah tidak, inspeksi uji dimana merupakan pengendalian mengenai pengujian yang dilakukan sebelum produk diproduksi ke konsumen.
    Dalam pengendalian mutu yang dilakukan pada praktikum hanya mencakup sebagian inspeksi saja yaitu mengenai inspeksi produk serta uji. Dalam proses pengendalian tersebut dapat dilihat bahwa produk kulit lapis yang dihasilkan kurang sesuai dengan standar yang ditetapkan misalnya kulit lapis mempunyai kerusakan yang cukup banyak (lubang, guratan-guratan, bekas luka, bekas irisan), ketahanan sobek yang yang tidak mengalami perlawanan.
    Secara umum sehingga produk kulit lapis tersebut belum bisa diproduksi ke konsumen dengan alasan pengendalian produk yang belum memenuhi standar minimal yang ditetapkan, dimana konsumen mempunyai hak mendapatkan produk terbaik serta mempunyai kualitas yang baik pula.

     
  2. Kesimpulan
    Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari sedikit uraian pembahasan diatas adalah sebagai berikut:
    1. Pengendalian mutu mencakup segala hal dalam proses awal sampai akhir yang meliputi input, proses, produk, uji sampai konsumen.
    2. Pengendalian mutu untuk kulit lapis kurang sesuai dengan standar yang ditetapkan

     
  3. Lampiran I
Input

 
Input yang digunakan yaitu
  1. Kulit garaman
  2. Kulit basah
  3. Kulit kering

 
Standar mutu bahan SII/SNI
  1. Kulit garaman
    1. Kulit tidak ada pembusukan akibat bakteri, karena cara penggaraman benar
    2. Bulu tidak mudah lepas
    3. Kulit diseset pada bagian daging, daging yang menempel pada flas diusahakan sedikit mungkin
    4. Tidak ada cacat atau goresan pisau yang mendalam
    5. Bagian nerf tidak ada cacat lubang karena pengerjaan mekanik
    6. Cacat bekas luka lecet dan lainnya yang sering terdapat pada kulit dari bawaan hewan hidupnya
    7. Cacat karena penyakit yang meninggalkan bekas pada kulit seperti penyakit akibat lalat hypoderma bovis, pengaruh kasar kepermukaan kulit
    8. Cacat yang ditimbulkan oleh urat darah akan Nampak pada hewan yang kurus
    9. Guratan yang halus yang terdapat pada bagian nerf
    10. Urat darah yang besar pada bagian leher
  2. Kulit basah
    1. Kulit tidak ada pembusukan akibat bakteri
    2. Bulu tidak mudah lepas
    3. Daging yang menempel pada flas sedikit
    4. Tidak ada cacat atau goresan pisau yang mendalam
    5. Bagian nerf tidak ada cacat lubang karena pengerjaan mekanik
    6. Cacat bekas luka lecet dan lainnya yang sering terdapat pada kulit dari bawaan hewan hidupnya
    7. Cacat karena penyakit yang meninggalkan bekas pada kulit seperti penyakit akibat lalat hypoderma bovis, pengaruh kasar kepermukaan kulit
    8. Cacat yang ditimbulkan oleh urat darah akan Nampak pada hewan yang kurus
    9. Guratan yang halus yang terdapat pada bagian nerf
  3. Kulit kering
    1. Kulit tidak ada pembusukan akibat bakteri, kering sempurna
    2. Bulu tidak mudah lepas
    3. Kulit diseset pada bagian daging, daging yang menempel pada flas diusahakan sedikit mungkin
    4. Tidak ada cacat atau goresan pisau yang mendalam
    5. Bagian nerf tidak ada cacat lubang karena pengerjaan mekanik
    6. Cacat bekas luka lecet dan lainnya yang sering terdapat pada kulit dari bawaan hewan hidupnya
    7. Cacat karena penyakit yang meninggalkan bekas pada kulit seperti penyakit akibat lalat hypoderma bovis, pengaruh kasar kepermukaan kulit
    8. Cacat yang ditimbulkan oleh urat darah akan Nampak pada hewan yang kurus
    9. Urat darah yang besar pada bagian leher
Lampiran II
Proses

 
Proses
%
Chemical
Produk paten
Waktu
pH
Kontrol
Sortasi
Penimbangan
Washing
Penimbangan


Painting




Dehairing Reliming




Flehing
Scudding
Weighing
Washing
Deliming


Bating


Washing
Light Pickling




Pre tanning


Over night
Draining
Tanning








Ageing
Shaving
Penimbangan
Washing
Fatliquoring


Fixing
Horse up
Setting out Tacking wet/Drying
Trimming


Measuring




300




30
50g/lb
350g/lb


200
5
0,5






300
200
2
0,8


300
60
6
0,6
1
1


60
6
6
6
6
0,5




300
100
4


2
0,5







 




H2O




H2O
Na2S
Ca(OH)2


H2O
Ca(OH)2

Amine






H2O
H2O
(NH4)2.SO4
Enzym Proteolitic
H2O
H2O
NaCl
H2SO4
Bp Krom




H2O
NaCl
Bp Nabati
Bp Nabati
Bp Nabati
Anti jamur




H2O
H2O
Minyak anionik
As.Oksalat
Anti jamur




Air




Air
Na.Sulfida
Kapur


Air
Kapur
FR 62






Air
Air
Z.A
Pancreol EG 98
Air
Air
Garam dapur
Asam sulfat
Cromosal B




Air
Garam dapur
Mimosa pdr
Mimosa pdr
Mimosa pdr
Kathon XB2




Air
Air
NGO


(COOH)2

Biocide




20'






60'






1 mlm








15'
45'


60'


15'
60'


60'


1 mlm


60'
60'
30'
30'
30'
15'


1 mlm
15'
15'
60'


15'
15'
1malam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
7

 

 

 
4

 
4

 
























370C




6 0Be










70Be
Lampiran III
Produk

 
Pengendalian mutu produk yang yang sesuai standar mutu meliputi
Syarat-syarat
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kimiawi
  1. Kadar air
  2. Kadar zat larut dalam air
  3. Kadar abu jumlah
  4. Kadar gemuk
  5. Derajat penyamakan
  6. pH

     
physis
  1. penyamakan
  1. tebal
  2. ketahanan gosok cat
    1. kering
    2. basah

       
  3. ketahanan zwik lastibyliti
  4. tegangan tarik
  5. kekuatan regang

     
organoleptic
  1. kerusakan
  1. nerf
  2. kulit
  3. cat
  4. ketahanan sobek terus
  5. kelentingan

     
nerf
  1. pembusukan
  1. bekas irisan
  2. lubang-lubang
  3. penyakit
  4. bekas luka
  5. guratan

 
Maks. 18%
Maks. 6 %

 
Maks 2%
3-8%
Min. 50

 
Maks. 7,0

 

 
Masak
Rata

 

 
Tidak luntur
Sesuai dengan standar
Nerf tidak pecah

 
Min. 75 kg/cm2
Maks. 25%

 

 
Maks. 4%
Licin dan rata
Tidak gembos
Rata tidak pecah
Tidak sobek

 
Liat

 

 
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sedikit
Ssedikit
Sedikit

 
Maks. 18%
Maks. 6 %

 
Maks 2%
3-8%
Min. 50

 
Maks. 7,0

 

 
Masak
Rata

 

 
Tidak luntur
Sesuai dengan standar
Nerf tidak pecah

 
Min. 75 kg/cm2
Maks. 25%

 

 
Maks. 10%
Licin dan rata
Tidak gembos
Rata tidak pecah
Tidak sobek

 
Liat

 

 
Tidak ada
sedikit
sedikit
Sedikit
Agak banyak
Agak banyak

 
Maks. 18%
Maks. 6 %

 
Maks 2%
3-8%
Min. 50

 
Maks. 7,0

 

 
Masak
Rata

 

 
Tidak luntur
Sesuai dengan standar
Nerf tidak pecah

 
Min.75 kg/cm2
Maks. 25%

 

 
Maks. 15%
Licin dan rata
Tidak gembos
Rata tidak pecah
Tidak sobek

 
Liat

 

 
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Agak banyak
Banyak
Banyak

 
Maks. 18%
Maks. 6 %

 
Maks 2%
3-8%
Min. 50

 
Maks. 7,0

 

 
Masak
Rata

 

 
Tidak luntur
Sesuai dengan standar
Nerf tidak pecah

 
Min. 75 kg/cm2
Maks. 25%

 

 
Maks. 20%
Licin dan rata
Tidak gembos
Rata tidak pecah
Tidak sobek

 
Liat

 

 
Sedikit
Agak banyak
Agak banyak
Banyak
Banyak
Banyak

 

 
Lampiran IV Uji

 
  1. Uji Organoleptis
    Anallisa Organoleptis adalah analisa kulit dengan menggunakan organ tubuh kususnya pengkihatan, penciuman, dan peraba (tangan).
    Uji Organoleptis dilakukan dengan penglihatan dan dengan cara dipegang, meliputi:
    1. Jenis Kulit
  • Nerf buatan / asli
  1. Cat Tutup
  • Rata
  • Tidak mengkilap
  1. Kondisi kulit
  • Lemas
  • Padat berisi
  • Elastis / melenting.

 
  1. Pengujian contoh Uji bagian krupon, perut, dan leher.
    Untuk uji fisis pengambilan contoh pada bagian krupon saja.
Keterangan :
K : krupon
P : perut
L : leher

 

 
Cara :
Menentukan garis punggung AC
Menentukan garis DF sejajar garis AC yang membagi antara krupon dan perut.

 
Menentukan garis EB yang membagi krupon dan perut.
Menarik garis CF sejajar garis EB.

 
Ketentuan pengambil contoh uji :
Bagian krupon, diambil dengan ukuran 20 x 20 cm2 dri sisi gaaris punggung 5 cm dan 12,5 cm dari pangkal ekor.
Bagian perut, diambil dengan ukuran 5 x 7,5 cm2.
Bagian leher, diambil dengan ukuran 5 x 7,5 cm 2

 
Pembuatan master uji dengan bentuk dan ukuran sebagai berikut :
  1. Master uji penyamakan kulit.

     
  2. Master uji kekuatan tarik dan kemuluran

     

 
  1. Master uji ketahanan gosok cat dasar.

     

 
  1. Master uji ketahanan sobek.

     

 
  1. Master uji penyerapan air.

     

 
Pemotongan bahan :
Untuk uji / pengujian analisa fisis, contoh diambil pada bagian krupon saja. Contoh uji dimasukkan pada ruangan yang mempunyai kelembaman 63 sampai 67 % (Relative Huminity = RH.

 
  1. Pengujian fisis kulit
    1. Pengujian tebal kulit
      1. Kulit diletakkan pada meja datar.
      2. Dari tepi kulit / garis punggung 15 cm.
      3. Kemudian diukur tiga titik pada bagian punggung.
      4. Bagian perut diukur dua titik
      5. Kemudian hasil dirata-rata.
      6. Untuk hasil lebih jelas perhatian gambar berikut ;

 

 
Keterangan gambar :
  1. A, B dan C     : tiga titik bagian punggung.
  2. D dan E    : Dua titik pada bagian perut.
  3. jarak A, B dan C serta D dan E harus sama.
  4. Dari tepi jarak pengukuran 15 cm.

 
  1. Uji penyamakan
    1. Kulit yang sudah dibentuk atau dipotong sesuai dengan master uji
    2. Ambil baker glass 1000 ml, dan dipanaskan dengan kompor listrik hingga mendidih.
    3. Contoh kulit dimasukkan pada air yang sudah mendidih tersebut selama 1 menit.
    4. Sesudah itu kulit diperiksa :
    5. Apakah kulit berubah menjadi kaku atau tidak.
    6. Apakah kulit susut.
    7. Susut berapa persen sesudah direbus.
    8. Data di catat untuk dievaluasi.

 
  1. Uji ketahanan gosok cat dasar.
    1. Kulit yang sudah diperiksa pada bab III.2 kemudian dipasang pada pesawat Crock meter.
    2. Ambil kain, satu basah dan satunya lagi kering, pasang pada pesawat uji Crock meter.
    3. Tempelkan kain pada kulit, baik kain kering maupun basah.
    4. Hidupkan mesin sehingga kulit akan tergosok maju mundur 10 kali selama 10 detik.
    5. Mesin dimatikan
    6. Ambil kai yang sudah ternoda tadi, untuk kain basah dikeringkan dengan Hair Dryer.
    7. Data dicatat untuk dievaluasi.

 
  1. Uji ketahanan tarik dan kemuluran.
    1. Kulit yang sudah dipersiapkan pada bab III.2 kemudian dipasangkan pada pesawat uji tensile Strength Terster.
    2. Jarak dijaga agar tetap 5 cm di antara dua jepitan tersebut.
    3. Mesin dihidupkan sampai kulit tertarik sampai putus.
    4. Beban dicatat dan penambahan panjang dicatat untuk evaluasi.
    5. Kekuatan tarik dihitung, demikian juga kemuluran.

 
  1. Uji peyerapan air.
    1. Kulit yang sudah diperiksa pada bab III.2, kemudian ditimbang, berat dicatat.
    2. Ambil Petru Disk 1 set.
    3. Keduanya diisi air suling, kulit direndam satu bagian nerf di atas dan satu lagi di bawah.
    4. Direndam selama 2 jam.
    5. Sampel kulit diangkat kemudian di tiriskan 10 menit.
    6. Sampel kulit ditimbang lagi, hasil dicatat.
    7. Penyerapan air dihitung.

 
  1. Uji ketahanan Sobek.
    1. Kulit dipotong dengan ukuran seperti pada bab III.2.
    2. Pada contoh kulit dibuat lubang diameter kira – kira 2 mm.
    3. Dibuat irisan dengan cutter 2,5 cm. (lihat gambar bab III.2)
    4. Sampel kulit dipasang pada pesawat Tensile Strength Tester.
    5. Ditarik kulit sampai terbelah menjadi dua.
    6. Tebal kulit diukur dengan Gauge Thicknes.

 
Lampiran v
Konsumen

 
produk yang dikirim ke konsumen merupakan produk yang telah mengalami pengujian dan sesuai dengan standar pengendalian mutu produk yang ditetapkan
apabila produk tidak sesuia maka terdapat 2 kemungkinan yaitu
  1. dapat direproses apabila bahan masih bisa memungkinkan untuk diproses ulang
  2. reject, produk sudah tidak memungkinkan untuk diproses ulang

     
adapun produk yang baik sesuai dengan standar (konsumen) meliputi
  1. barang standar
  2. laku dijual
  3. pemasaran bagus
  4. konsumen merasa kepuasan
Lampiran VI
Kulit reject

 
pengendalian mutu kulit reject
  1. kulit yang sudah terlalu jauh dari standar SNI maupun SII
  2. kulit yang mengalami cacat atau kerusakan lebih dari 25%
  3. kulit yang banyak mengalami goresan atau guratan pada permukaannya
  4. kulit yang bagian nerfnnya mengalami pembusukan
  5. kulit yang nerfnya banyak terdapat bekas irisan
Lampiran 7
Kulit reproses

 
pengendalian mutu kulit reproses (yang masih dapat diproses ulang)
  1. kulit yang mengalami cacat ringan, misalnya
    1. warna kurang rata
    2. kulit yang masih bisa menyusust
    3. kulit yang kurang memenuhi uji kimiawi
    4. kulit yang kurang matang
  2. kulit yang kurang memenuhi SNI/SII, tetapi masih dapat diperbaiki

 

 

 

 

PRAKTIKUM II


PENGENDALIAN MUTU KULIT GLACE



  1. Tujuan
    1. Untuk mengetahui suatu produk memenuhi standar mutu atau tidak
    2. Untuk mengetahui produk yang baik
    3. Untuk mengetahui kesalahan proses, sehingga dapat melakukan perbaikan proses.

     
  2. Dasar Teori
Dengan adanya Setandar Industri Indonesia (SII), maka dapat diketahui kriteria kulit jadi yang memenuhi standar baik itu ditinjau dari segi fisik maupun kimiawinya yang tentunya disesuaikan dengan jenis artikelnya. Sebab setiap artikel mempunyai standar yang berbeda – beda.
Agar diketahui bahwa kualitas kulit jadi yang diproduksi tersebut sesuai dengan Standar Industri Indonesia (SII,), maka diperlukan suatu analisa. Dimana analisa kulit itu sendiri ada 4 macam menurut cara ujinya, yaitu :
  1. Analisa Organoleptis.
        Analisa dengan menggunakan organ tubuh (panca indra), dibanatu dengan alat sederhana. Yang dianalisa adalah wujud, bentuk, sifat – sifat dan keadaan kulit.
  2. Analisa Fisis
        Analisa yang menggunakan alat – alat dan mesin – mesin mekanis. Yang dianalisa adalah sifat – sifat fisis dari kulit.
  3. Analisa Kimiawi
        Analisa dengan menggunakan prinsip kimiawi. Yang dianalisa adalah kandungan zat yang berpengaruh terhadap mutu kulit.
  4. Analisa Mikrobiologis
        Analisa dengan metode mikrobiologi. Yang diuji adalah ada tidaknya mikroorganisme terentu di dalam kulit.

     

     
    Produk kulit glace yang memenuhi standar keinginan konsumen sesuai dengan syarat- syarat mutu sebagai berikut:

     

     

     
    Syarat-syarat
    Kelas I
    Kelas II
    Kelas III
    Kelas IV
    Kimia
    1. Kadar air
    2. Kadar abu jumlah
    3. Kadar Cr2O3
    4. Kadar gemuk
    5. pH

     
    Maks 18%
    Maks 2%di atas kadar Cr2O3
    Min 2,5%
    4-8%
    3,5-7

     
    Maks 18%
    Maks 2%di atas kadar Cr2O3
    Min 2,5%
    4-8%
    3,5-7

     
    Maks 18%
    Maks 2%di atas kadar Cr2O3
    Min 2,5%
    4-8%
    3,5-7

     
    Maks 18%
    Maks 2%di atas kadar Cr2O3
    Min 2,5%
    4-8%
    3,5-7
    Phisis
    1. Penyamakan
    2. Tebal
    3. Ketahanan zwinklastibility
    4. Tegangan tarik(tensile strength)
    5. Kekuatan regang

     
    Masak
    Min 0,6 cm
    Nerf tidak pecah
    Min 150 kg/cm2

     
    55%

     
    Masak
    Min 0,6 cm
    Nerf tidak pecah
    Min 150 kg/cm2

     
    55%

     
    Masak
    Min 0,6 cm
    Nerf tidak pecah
    Min 150 kg/cm2

     
    55%

     
    Masak
    Min 0,6 cm
    Nerf tidak pecah
    Min 150 kg/cm2

     
    55%
    Organoleptis
    1. Kerusakan
    2. Kulit
    3. Ketahanan sobek terus
    4. Kelentingan
    5. Ketahanan gosok cat
      1. basah
      2. kering

     
    Kurang 4%
    Tidak gembos
    Tinggi

     
    Kenyal

     

     
    Sedikit luntur
    Tidak luntur

     
    Kurang 10%
    Tidak gembos
    Tinggi

     
    Kenyal

     

     
    Sedikit luntur
    Tidak luntur

     
    Kurang 15%
    Tidak gembos
    Tinggi

     
    Kenyal

     

     
    Sedikit luntur
    Tidak luntur

     
    Kurang 20%
    Tidak gembos
    Tinggi

     
    Kenyal

     

     
    Sedikit luntur
    Tidak luntur

     
    Kulit glace merupakan bagian dari jenis kulit upper yang tebuat dari bahan dasar kulit kambing. Menurut thorstensen (1976), kambing adalah hewan yang dapat hidup dengan berbagai macam makanan rumput dan dapat menghasilkan daging serta susu. Hewan ini sulit menyesuaikan dengan keadaan suhu dan populasinya banyak hidup terutama di Asia, Afrika dan juga Amerika Selatan.
    Purnomo dan Hadijanto Maksan (1984), mengatakan bahwa di antara jenis kambing terdapat variasi pada rajahnya (grain), bobot dan tebal kulitnya. Klasifikasi yang berlaku adalah tingkat mutu rajahnya, yaitu rajah halus, rajah sedang dan rajah kasar. Hal ini dipengaruhi oleh umur hewan pada waktu disembelih. Semakin tua hewannya akan semakin kasar rajahnya.
    Proses Pengerjaan Basah (Beam House Operation)
    Anonimus (1984), Beam House Operation dapat diartikan merupakan tempat atau rumah untuk mengerjakan atau memproses segala macam kulit mentah, baik kulit tersebut awet kering, awet garam, maupun kulit segar yang baru dilepas dari hewannya, sehingga kulit tersebut siap untuk menghadapi atau bereaksi dengan kemikalia atau bahan penyamak. Beam House Operation dapat diartikan dengan proses pengerjaan basah.
    Tahapan-tahapan proses pengerjaan basah tersebut adalah ; perendaman, pencucian, pengapuran, buang bulu, buang daging, pembelahan, buang kapur, pengikisan protein, pembuangan lemak dan pengasaman.
    Tahapan Proses Pengerjaan Basah
    1. Perendaman (Soaking)
      Menurut Mann (1960), bahwa tujuan perendaman adalah untuk melemaskan kulit (terutama kulit awet kering), mengembalikan kadar air dalam kulit yang hilang selama pengawetan, sehingga kadar air dalam kulit mendekati kadar air kulit yang baru dilepas dari tubuh hewan (kulit segar), dan menghilangkan kotoran yng menempel pada kulit baik pada waktu pemotongan, memudahkan penetrasi kemikalia di dalam proses berikutnya dan untuk menghilangkan garam, karena garam dalam kulit mencegah kebengkakan dan memberikan efek yang tidak menguntungkan yang dapat mempengaruhi proses berikutnya.
      Menurut Thorstensen (1976), bahwa perendaman pada umumnya dikerjakan dengan menempatkan kulit dalam air, yang mungkin mengandung bahan tambahan. Dalam hal ini kulit yang diawet garam ditempatkan dalam drum yang berisi air. Air akan melarutkan garam-garam pengawet dan menurunkan konsentrsi garam di sekitar serat kulit. Penghilangan garam keluar dari celah serat ini menyebabkan penyerapan air di antara serat kulit sehingga kadar airnya mendekati kadar air kulit segar yang baru lepas dari tubuh hewan.
    2. Buang bulu (Unhairing)
      Tujuan dari proses ini adalah untuk menghacurkan bulu-bulu kasar dan bulu halus, membengkakkan kulit, menghilangkan lemak, menhilangkan epidermis dan zat-zat lain yang tidak terpakai (non kollagenous).
    3. Pembuangan Kapur (Deliming)
      Menurut Sharphouse (1975), menyatakan bahwa setelah proses buang bulu, kapur atau alkali lain tidak diperlukan yang berada di dalam kulit harus dihilangkan, karena akan menimbulkan efek negatif pada proses penyamakan. Dengan bahan penyamak krom akan menghasilkan kulit jadi yang kaku, hijau dan kurang fleksibel serta menghalangi proses penyamakan. Sedangkan dengan bahan penyamak nabati akan memperlambat atau menurunkan penetrasi bahan penyamak dan memberikan warna gelap pada kulit tersamaknya.
      Thorstensen (1976) mengatakan bahwa proses pembuangan kapur harus terjadi secara berangsur-angsur dengan kontrol yang cermat pada pH daerah titik isoelektrik. Hal ini dikerjakan dengan menggunakan keseimbangan yang sesuai antara asam dan garam di dalam kapur yang mungkin terlarut dan mudah dihilangkan. Prosedur deliming juga mengakibatkan pelarutan dari lemak.
    4. Pengikisan Protein (Bating)
      Menurut Bienkiewiez (1983) bahwa proses pengikisan protein dikerjakan dalam cairan yang sama dengan proses pembuangan kapur. Proses ini merupakan penghilangan akhir dari komponen kulit yang bukan collagen,meliputi protein globular, elastin dan sisa struktur sel. Dahulu proses pengikisan protein menggunakan bahan enzim dari produk alami (kotoran dan urine). Jumlah enzim yang digunakan untuk bating adalah sangat kecil bila dibandingkan dengan berat kulit. Proses enzimatik harus dikontrol dengan hati-hati, karena dalam waktu yang lama akan membahayakan terhadap kulit. Pengunaan enzim berlebihan dan penambahan temperatur menyebabkan protein banyak yang hilang, kulit akan menjadi spongy atau kosong (losse grain). Operasi pengikisan protein pada kulit, membuat fibril collaagen terpisahkan, akibatnya sulit dikontrol dan belum ada metode yang tepat untuk mengontrolnya.
    5. Penghilangan Lemak (Degreasing)
      Menurut Sharphouse (1975), kulit domba dan kulit hewan lain yang berlemak tinggi dal telah diasamkan dengan baik mungkin dihilangkan lemaknya pada tahap ini (sebelum penyamakan). Sejumlah besar lemak dalam kulit mungkin mengganggu penetrasi bahan penyamak dan cat dasar, menyebabkan kesulitan dalam proses penyelesaian dan memperlihatkan noda lemak yang gelap dalam kulit jadinya (leather).
    6. Pengasaman (Pickling)
      Thorstensen (1976), mengatakan bahwa proses pengasaman adalah perlakuan kulit dengan garam dan asam untuk membawa kulit pada pH yang diinginkan untuk penyimpanan atau penyamakan. Pengukuran proses pengasaman kulit pada pH yang diinginkan merupakan langkah awal yang sangat berguna, pH yang diinginkan ini akan tergantung pada penyamakan yang digunakan. Pemberian sejumlah garam digunakan untuk mengontrol kebengkakan kulit, sehingga pH dapat dibawa sangat rendah yaitu pH 2 atau lebih rendah tanpa pembengkakan asam.
    Penyamakan (Tanning)
    Woodroffe (1948) mengatakan, sesungguhnya penyamakan merupakan perubahan dari kulit mentah menjadi kulit tersamak, yang mana mempunyai kesamaan serabut dan struktur serabut seperti kulit aslinya tetapi tidak dapat membusuk.
    Bienkienwicz (1983), mengatakan bahwa penyamakan adalah suatu proses mengubah kulit mentah yang tidak satbil menjadi kulit dengan sifat yang cukup stabil dan tahan bermacam-macam bahan biologi dan perlakuan fisik. Dalam hal ini penyamakan adalah proses pemasukan bahan penyamak ke dalam kulit. Masuknya bahan penyamak ini disertai dengan pembentukan ikatan silang dalam kolagen.
    Menurut Purnomo (1991), penyamakan bertujuan mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme, chemis atau fisis, menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh tersebut. Mekanisme penyamakan kulit pada prinsipnya adalah memasukkan bahan tertentu yang disebut bahan penyamak ke dalam jaringan serat kulit, sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dengan serat kulit. Sifat fisik kulit akan berubah menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan kulit mentahnya (seperti sifat kelemasan, ketahanan terhadap panas / dingin dan gesekan).
    Penyelesaian (Finishing)
    Menurut Purnomo (1987), proses penyelesaian terdiri ari beberapa tahapan proses yang bertujuan untuk membentuk sifat-sifat tertentu pada kulit, yang berhubungan dengan kelemasan, kepadatan dan warna dari kulit. Proses akhir ini sangat menentukan, bahkan para penyamak kulit berpendapat bahwa baik buruknya hasil kulit jadi (leather) tergantung dari proses-proses yang dilakukan pada penyelesaian. Proses penyelesaian ini sangat bervariasi dan dapat dilakukan dengan cara atau metoda yang berbeda-beda tergantung pada jenis penyamakannya, jenis kulitnya dan tujuan akhir kulit jadinya. Penyelesaian terdiri dari beberapa tahapaan proses, yaitu pengetaman, pencucian, penyamakan ulang, pengecatan dasar, peminyakan, pengurangan surplus air, pengeringan, pelemasan atau peregangan, pementangan, pengampelasan, pengecatan tutup dan pengkilapan.
    1. Penyamakan Ulang
      Menurut Sharphouse (1975), maksud dan tujuan dari penyamakan ulang adalah mengurangi kondisi negatif pada kulit tersamaknya, seperti kurang berisi dan gembos, keras, mudah sobek, gejala lepas rajah dan untuk menaikkan sifat-sifat positif dari kulit tersamaknya, seperti ketahan tarik, kemuluran dan ketahanan pecah.
    2. Peminyakan
      Menurut Sharphouse yang disitasi oleh Purnomo (1985), peminyakan mempunyai fungsi untuk melicinkan serat-serat kulit sehingga kulit lebih tahan terhadap gaya tarik atau gaya mekanik lainnya, menjaga serat kulit agar tidak lengket antara satu dengan yang lainnya sehingga lebih lunak dan lemas, memperkecil daya serap kulit terhadap air. Minyak yang digunkan untuk peminyakan hendaknya minyak yang dapat teremulsi oleh asam formiat, sehingga minyak dapat menyebar merata ke dalam kulit. Pembentukan emulsi sangat diperlukan, dan sebagai media penghubung air, diharapkan minyak dapat terpenetrasi dengan baik ke dalam serat kulit dan tidak tersebar di permukaan kulit, sehingga permukaan kulit tidak berlemak.
    3. Pengecatan Dasar
      O'Flaherty (1985), mengatakan bahwa tujuan pengecatan dasar adalah untuk memberikan warna dasar pada kulit tersamaknya agar penampilan kulit jadinya lebih indah. Cat yang dipakai pada pengecatan dasar dapat dibagi menjadi dua golongan menurut asalnya, yaitu :
      1. Cat Alami
        Adalah cat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau yang terdapat secara alami. Penggunaan cat ini tidak dapat secara langsung seperti halnya cat anilin karena tidak dapat berikatan dengan kulit. Cat alami dalam penggunaannya harus menggunakan bahan pembantu kimia yaitu mordant.
      2. Cat Sintetis
        Adalah cat yang dibuat dengan mendestilasi batu bara atau merupakan derivat dari batu bara. Ditinjau dari sifat kimianya cat ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu cat dasar anionik dan cat dasar kationik
    4. Pengecatan Tutup
      Menurut purnomo (1992), penilaian terhadap suatu produk kulit tidak hanya ditentukan kualitasnya saja, tetapi ditentukan juga oleh penampilan kulit yang menawan, warna yang merata, mengkilap dan lain-lain. Untuk mendapatkan hal tersebut diperlukan proses pengecatan tutup. Pengectan tutup ini harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati baik dalam pemilihan bahannya maupun perlakuannya. Cat tutup ditinjau dari jenis bahan yang digunakan digolongkan menjadi 4, yaitu :
      1. Casein Finish
        Merupakan cat tutup protein dengan pelarut air. Cat ini indah karena dapat dikilapkan (diglazing/diglanstood), untuk memperoleh kulit yang baik pengkilapannya pada pengecatan ini diperlukan kulit yang tidak cacat.
      2. Resin Finish
        Merupakan cat tutup yang banyak dipakai di pabrik penyamakan kulit. Misalnya untuk kulit jok, atsan sepatu, sarung tangan, jaket dan lain-lain. Cat tutup ini bersifat thermoplastis, sehingga pada waktu disetrika permukaannya halus.
      3. Nitrocellulose Finish
        Merupakan cat tutup tanpa air termasuk cat lak. Cellulosa nitrat merupakan hasil reaksi antara benang kapas dengan campuran asam nitrat dan asam sulfat pada kondisi tertentu.
    Upper Goat Skin
    Kulit kambing atasan sepatu adalah kulit jadi/matang yang disamak dengan bahan penyamak khrom, kemudian disamak ulang dengan bahan penyamak lain sehingga memilki kekuatan tarik dan pegangan yang penuh untuk bahan sepatu wanita. Kulit atasan sepatu dari kulit kambing yang disamak dengan bahan penyamak khrom lazim dinamakan kulit Chevrau.

     
    1. Alat dan Bahan
      1. Peralatan yang digunakan:
        Mesin penguji
        1. Mesin uji kekuatan tarik dan kemuluran (Tensile Strength Tester).
        2. Mesin uji ketahanan gosok cat tutup (Crock meter).
        3. Alat uji penyamakan dengan Boiling Test System.
        4. Alat uji penyerapan air dengan Petri Disk System.
        5. Alat uji tebal Thickness Gauge meter.

           
        6. Peralan pendukung.
          1. Tang Meteran kain
          2. Tang
          3. Timbang analitik
          4. Beker glass 100 ml
          5. Penggaris ukuran 50 cm
          6. Tinta perak
          7. Jangka sorong
          8. Gunting
          9. Jangka biasa
          10. Cutter
          11. Kompor listrik
          12. Kain katun
          13. Termometer
          14. Pembolong
          15. Palu + landasan

       
    2. Prosedur Kerja
      1. Penyamakan
            Uji penyamakan dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan penyusutan pada kulit dengan contoh uji dipotong dengan ukuran 10 x 10 cm lalu dimasukkan ke dalam air yang mendidih selam 1 menit. Jika kulit kaku dan susut 10 % atau lebih berarti penyamkan kurang sempurna.
      2. Ketahanan gosok cat dasar
            Contoh diambil sebanyak 6 potong masing – masing dengan ukuran panjang 21 cm dan lebar 3 cm. Tiga potong untuk pengujian dengan kain putih kering dan tiga potong lagi untuk pengujian dengan menggunakan kain putih basah. Untuk contoh kulit dipasang pada pesawat Crockmeter hingga kulit tergosok dengan kain putih kering dan basah dengan kebasahan (70 – 100 %) ke depan dan kebelakang sebanyak 10 kali selama 10 detik. Kemudian kain putih kering diangkat dan diperiksa warnanya, sedangkan untuk kain yang basah dikeringkan terlebih dahulu dengan hair dryer setelah kering baru diperiksa warnanya
      1. Ketahanan tarik dan keuluran pada waktu putus
        Ketahanan tarik atau kuat tarik yaitu besarnya beban tarik maksimum tiap satuan luas dari potongan melintang terkecil contoh uji asli yang dapat dipertahankan saat diadakan uji tarik (Kg/cm2).
        Untuk pengujian dilakukan dengan pesawat uji ketahanan tarik. Untuk keperluan ini kulit dipotong dengan pisau potong yang bentuk dan ukurannya sebagai berikut :

         

         

     
        Kulit diukur lebar dan tebalnya di 3 tempat (a, b dan c) lalu dipasang pada pesawat hingga jarak antara kedua jepitan 50 mm. Penarikan dikerjakan dengan kecepatan 25 cm tiap menit sampai kulitnya putus atau jika dikehendaki sampai rusak saja. Hasil pengujian dinyatakan sebagai Kg/cm2 penampang kulit. Jika regangannya kulit pada waktu putus dapat dihitung sebagai persen dari panjang.

     
    1. Hasil Pengamatan

       
  • Identifikasi sampel
Jenis sampel = kulit glace
Warna      = hitam
Bahan      = kulit kambing
Jumlah sampel = 1 buah
  • Pengujian
    • organoleptis
      • cacat kulit
        luas kulit         =3,50 sq x 929 cm2 = 2787 cm2
        bagian leher    = 0
        bagian krupon    = 554,75 cm2
        bagian perut    = 434,6 cm2
        bagian bahu    = 14,24 cm2
        bagian ekor    = 0
        jumlah kerusakan    = 33 cm2
        % cacat         =     
      • kondisi kulit
        • cat rata
        • gembos dibagian ketiak dan perut
        • lemas dan liat
        • nerf tidak pecah
        • keebalan kulit rata-rata 0,68 mm
  1. sobek terus
    kulit mudah sobek
  2. kelunturan cat
    kain basah = tidak luntur
    kain kering= tidak luntur
  • uji fisis
    F    = 13,6 kg
    t    = 0,068cm
    l     =1cm
    kuat tarik= F
    C
         = 13,6kg
         0,068cm2
         = 200kg/cm2
    Kuat tarik rata2= 191,18 + 200
                2
             = 195,59kg/cm
  1. kemuluran
kemuluran II = L1-L0 x100%
         L0
     = 19,91-10 x100%
         10
     = 99,1%
Kemuluran 2= 105% + 99,1%
            2
         = 102,05%

 
  1. uji sobek
uji sobek II= F
C
     = 0,3kg
     0,068cm2
     = 4,41 kg/cm2

 

 
  1. uji gosok cat
    kain basah    = tidak luntur
    kain kering    =tidak luntur
  2. penyamakan
    penyamakan matang tanpa penyusutan

 
  1. Pembahasan

     
    Dari data hasil analisa mengenai pengendalian mutu kulit glace berdasarkan SNI yang telah ditetapkan sebagai berikut :
Syarat-syarat Kimia
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV

 
  • Kadar air
  • Kadar abu jumlah
  • Kadar Cr2O3
  • Kadar gemuk
  • pH

 
Maks 18%
Maks 2%di atas kadar Cr2O3
Min 2,5%
4-8%
3,5-7

 
Maks 18%
Maks 2%di atas kadar Cr2O3
Min 2,5%
4-8%
3,5-7

 
Maks 18%
Maks 2%di atas kadar Cr2O3
Min 2,5%
4-8%
3,5-7

 
Maks 18%
Maks 2%di atas kadar Cr2O3
Min 2,5%
4-8%
3,5-7
Phisis
  • Penyamakan
  • Tebal
  • Ketahanan zwinklastibility
  • Tegangan tarik(tensile strength)
  • Kekuatan regang

 
Masak
Min 0,6 cm
Nerf tidak pecah
Min 150 kg/cm2

 
55%

 
Masak
Min 0,6 cm
Nerf tidak pecah
Min 150 kg/cm2

 
55%

 
Masak
Min 0,6 cm
Nerf tidak pecah
Min 150 kg/cm2

 
55%

 
Masak
Min 0,6 cm
Nerf tidak pecah
Min 150 kg/cm2

 
55%
Organoleptis
  • Kerusakan
  • Kulit
  • Ketahanan sobek terus
  • Kelentingan
  • Ketahanan gosok cat
  • basah
  • kering

 
Kurang 4%
Tidak gembos
Tinggi

 
Kenyal

 

 
Sedikit luntur
Tidak luntur

 
Kurang 10%
Tidak gembos
Tinggi

 
Kenyal

 

 
Sedikit luntur
Tidak luntur

 
Kurang 15%
Tidak gembos
Tinggi

 
Kenyal

 

 
Sedikit luntur
Tidak luntur

 
Kurang 20%
Tidak gembos
Tinggi

 
Kenyal

 

 
Sedikit luntur
Tidak luntur

 
Dapat dilihat bahwa kulit tersebut tidak memenuhi standar kulit glace karena berdasarkan hasil pengujian oragnoleptisa dan fisis kecacatan kulit melebih 20 % serta kuat tarik dari kulit tersebut tidak memenuhi standar
  1. Kesimpulan
    Dari hasil pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kulit glace yang dianalisa pada praktek pengedalian mutu kulit glace tidak memenuhi SNI kulit glace yang telah ditetapkan.


 

 

 

 

 

 

 
PRAKTIKUM III
PENGENDALIAN MUTU KULIT IMITASI

PENGENDALIAN MUTU KULIT IMITASI

 
  1. TUJUAN
    1. Untuk mengetahui suatu produk memenuhi standar mutu atau tidak
    2. Untuk mengetahui produk yang baik
    3. Untuk mengetahui kesalahan proses, sehingga dapat melakukan perbaikan proses.
    1. MANFAAT
      1. Dapat menambah pengetahuan mahasiswa , mengenai pengendalian mutu produk sesuai SII atau SNI
      2. Sebagai pengalaman dalam melakukan pengendalian mutu SII dan SNI
    2. TINJAUAN PUSTAKA
      semakin menurunnya populasi ternak mengakibatkan pasokan kulit yang dibutuhkan dalam pembuatan kulit berkurang, sehingga dibutuhkan bahan polimer sintetik sebagai bahan pengganti kulit alam. Bahan polimer sintetik seperti plastik memiliki beberapa kelebihan, antara lain : lebih muda didapat dalam jumlah besar dengan harga yang relatif murah, lebih muda diproses dengan cepat, lebih ringan dan tahan air.
      Kulit imitasi adalah bahan pengganti (material substitution) kulit alam dalam pembuatan atasan sepatu, atasan sandal, koper, pelapis tempat duduk, (jok) dan sebagainya yang terbuat dari poli vinil clorida atau poli uretan sebagai lapisan atasnya dan kain sebagai lapisan penguat,
      Lapisan atas yang biasa dipakai yaitu PVC. Polivinil klorida dalah polimer termoplastik urutan ketiga dalam hal jumlah pemakaian di dunia, setelah polietilena dan polipropilena. Di seluruh dunia, lebih dari 50% PVC yang diproduksi dipakai dalam konstruksi. Sebagai bahan bangunan, PVC relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai. PVC bisa dibuat lebih elastis dan fleksibel dengan menambahkan plasticizer, umumnya ftalat. PVC yang fleksibel umumnya dipakai sebagai bahan pakaian, perpipaan, atap, dan insulasi kabel listrik.
      PVC diproduksi dengan cara polimerisasi monomer vinil klorida (CH2=CHCl). Karena 57% massanya adalah klor, PVC adalah polimer yang menggunakan bahan baku minyak bumi terendah di antara polimer lainnya.
      Proses produksi yang dipakai pada umumnya adalah polimerisasi suspensi. Pada proses ini, monomer vinil klorida dan air diintroduksi ke reaktor polimerisasi dan inisiator polimerisasi, ersama bahan kimia tambahan untuk menginisiasi reaksi. Kandungan pada wadah reaksi terus-menerus dicampur untuk mempertahankan suspensi dan memastikan keseragaman ukuran partikel resin PVC. Reaksinya adalah eksotermik, dan membutuhkan mekanisme pendinginan untuk mempertahankan reaktor pada temperatur yang dibutuhkan. Karena volume berkontraksi selama reaksi (PVC lebih padat dari pada monomer vinil klorida), air secara kontinu ditambah ke campuran untuk mempertahankan suspensi.
      Ketika reaksi sudah selesai, hasilnya, cairan PVC, harus dipisahkan dari kelebihan monomer vinil klorida yang akan dipakai lagi untuk reaksi berikutnya. Lalu cairan PVC yang sudah jadi akan disentrifugasi untuk memisahkan kelebihan air. Cairan lalu dikeringkan dengan udara panas dan dihasilkan butiran PVC. Pada operasi normal, kelebihan monomer vinil klorida pada PVC hanya sebesar kurang dari 1 PPM.
      Proses produksi lainnya, seperti suspensi mikro dan polimerisasi emulsi, menghasilkan PVC dengan butiran yang berukuran lebih kecil, dengan sedikit perbedaan sifat dan juga perbedaan aplikasinya.
      Produk proses polimerisasi adalah PVC murni. Sebelum PVC menjadi produk akhir, biasanya membutuhkan konversi dengan menambahkan heat stabilizer, UV stabilizer, pelumas, plasticizer, bahan penolong proses, pengatur termal, pengisi, bahan penahan api, biosida, bahan pengembang, dan pigmen pilihan.

       

       

       

       
    3. DIAGRAM ALIR PENGENDALIAN MUTU
    Berikut gambar diagram alir proses pengendalian mutu untuk kulit imitasi:

     

     

     

     

     

     

     
    Pengendalian mutu terdiri dari berbagai langka antara lain :
    1. Lampiran I input yang terdiri dari :
  • Top coat
  • Foam coat
  • Skin coat
  • Intorscoat
  1. Lampiran II Proses, yang terdiri dari :
  • Mixing
  • Pelapisan
  • Pengaturan
  • Tebal lapisan
  • Pengopenan
  • Pendinginan
  1. Lampiran III Produk akhir, berupa kulit akhir
  2. Lampiran IV Pengujian, yang terdiri dari :
  • Kuat tarik
  • Kuat lekat
  • Kemuluran
  1. Lampiran V, Konsumen
  2. Lampiran VI, Reproses
  3. Lampiran VII, perbaikan

 

 
LAMPIRAN 1
INPUT
Bahan baku merupakan bahan yang sangat menentukan produk akhir suatu barang    seperti tabel berikut :
No
Bahan baku
Proses
produk
1
2
3
Baik
Kurang baik
Tidak baik
Baik
Baik
Tidak baik
Baik
Kurang baik
Tidak baik
    
Dari tabel diatas bahan baku merupakan kunci utama dalam menghasilkan produk yang baik atau memenuhi persyaratan, pada nomor satu bahan baku baik menghasilkan produk yang baik, pada nomor dua bahan baku kurang baik hasilnya juga kurang baik, pada nomor tiga bahan tidak baik proses tidak baik maka hasilnya juga tidak baik.
Bahan baku yang digunakan adalah :
Vinil klorida
Bentuk
Bahan pembantu :
  1. DOP : dioktil ptalat, bentuk caur
  2. kertas : kertas embos
  3. kain : metal atau roll
semua dilakukan pengontrolan agar bahan baku dan prenolog dapat memenuhi standar yang ditetapkan.
  1. top coat ( lapisan atas )
    top coat adalah lapisan paling atas dari kulit sintetis yang menentukan corak / motif dari kulit sintetis yang dibuat dengan kertas khusus yang disebut " release paper " . lapisan ini mempunyai ketebalan 0,12 mm.
  2. Foat coat ( lapisan busa )
    Foat coat adalah lapisan yang berfungsi sebagai pengembang dan terletak tepat da bawah lapisan top coat.
  3. skin coat ( lapisan kulit )
    skin coat adalah lapisan yang berfungsi untuk merekatkan lapisan penguat ( kain ) dengan lapisan foam. Lapisan memiliki ketabaln 0,06 mm
  4. inforce coat inforce coat adalah lapisan yang berfungsi sebagai bahan penguat pada kulit sintetis. Inforce coat biasanya dibuat dari kain kaos tricot yang mempunyai ketebalan 0,40 mm

     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
LAMPIRAN II
PROSES PEMBUATAN KULIT IMITASI

 


 

Bahan Baku Proses Produk Uji Konsumen
PVC        mixing        kulit imitasi        tarik        pesanan
Pelapisan    pelapisan    bahan lapis kain    kuat lekat    sesuai sta-
Nyala api    pengaturan    lapis dasar kain    kemuluran    standar
Kuningan hijau    tebal,lapisan    produk memenuhi             tepat wakt
Pada tepi        pengopenan    standar mutu SII/            pelayanan-
Asap putih    pendinginan    SNI                    prima
Padam sendiri    produk akhir
            
Inpeksi        inpeksi        inpeksi            inpeksi     inpeksi

 


 


 


 


 


 

 

 
LAMPIRAN III
PRODUK AKHIR

 


 

Kulit imitasi adalah bahan pengganti kulit alam dalam pembuatan atasan sepatu, atasan sendal, koper, pelalapis tempat duduk ( jok ) dan sebagainya yang terbuat dari poli vinil clorida atau poli uretan sebagai lapisan atasnya dan kain sebagai lapisan penguat, secara umum penampang kulit sintetis adalah sebagai berikut :


 

 

 

 
Gambar1.1. penampang kulit sintetis

 
Keterangan :
  1. top coat ( lapisan atas )
    top coat adalah lapisan paling atas dari kulit sintetis yang menentukan corak / motif dari kulit sintetis yang dibuat dengan kertas khusus yang disebut " release paper " . lapisan ini mempunyai ketebalan 0,12 mm.
  2. Foat coat ( lapisan busa )
    Foat coat adalah lapisan yang berfungsi sebagai pengembang dan terletak tepat da bawah lapisan top coat.
  3. skin coat ( lapisan kulit )
    skin coat adalah lapisan yang berfungsi untuk merekatkan lapisan penguat ( kain ) dengan lapisan foam. Lapisan memiliki ketabaln 0,06 mm
  4. inforce coat
    inforce coat adalah lapisan yang berfungsi sebagai bahan penguat pada kulit sintetis. Inforce coat biasanya dibuat dari kain kaos tricot yang mempunyai ketebalan 0,40 mm
    Kulit imitasi atau kulit tiruan merupakan kulit yang biasa digunakan sebagai pengganti kulit asli. Lembaran kulit tiruan yang dibuat dari bahan baku polivinil klorida diproses dengan cara pelapisan/laminasi dengan menggunakan kaos atau kain sebagai lembaran dasarnya..
    Dalam pemgendalian mutu pengujian merupakan bagian kegiatan yang digunakan untuk melakukan pengujian serta untuk mengetahui mutu kulit imitasi.

     

     

     

     

     

     

     

 


 

 

 

 

 
LAMPIRAN IV
PENGUJIAN

 
  1. PENGUJIAN KULIT IMITASI
  • Pengujian kulit imitasi meliputi tiga pengujian antara lain :
  1. Ketahanan rekat
  2. Kuat lekat
  3. Kuat jahit
No
Jenis uji
Satuan
Persyaratan kulit imitasi
jok
Atasan sepatu
1

 

 

 
2

 
3
Ketahanan rekat
  • melintang
  • membujur

 
Kuat lekat

 
Kuat jahit
  • melintang
  • membujur
N/cm2

 

 

 
N/50 mm

 

 

 
Min 0,6
Min 0,3

 
Tidak boleh cacat / rusak

 
Min 40
Min 50

 
Min 0,6
Min 0,3

 
Tidak boleh cacat / rusak

 
Min 40
Min 50

 


 

  • alat dan bahan yang digunakan :
    adapun alat – alat yang digunakan yaitu :
    • Mixer
    • Oven
    • Calendering
    • Pengatur tebal lapisan
    • Roll embosing
    • Kertas embosing
    • Rol penggulung produk
      Adapun bahan yamg digunakan yaitu
    • Kulit imitasi
  • Cara kerja pengujian yaitu
    • Cara kerja uji ketahanan rekat
    • memotong sampel dengan arah membujur dan arah melintang berdasar keluarnya kulit imitasi dari mesin, masing-masing 5 buah secara random.
    • memisahkan kedua lapisan pada sampel ( lapisan plastik dan lapisan penguat )
    • bila pemisahan kedua lapisan sukar dilakukan, maka dapat ditambahkan alkohol beberapa tetes untuk memudahkan pemisahan.
    • melakukan pengujian pada alat uji dengan kecepatan penarikan maksimum 20 mm per menit sampai sampel putus
    • mencatat bahan maksimum sampai putus
    • nilai ketahanan rekat merupakan nilai rata – rata arah membujur dan nilai rata-rata arah melintang.


     

 
Gambar. 1.1 gambar sampel uji ketahanan rekat
  • Cara kerja ketahanan lekat
  • memotong contoh uji sesuai dengan gambar sampel ketahanan rekat sebanyak enam buah sampel.
  • melekatkan setiap dua buah sampel secara berhadapan dan menyisipkannya diantara dua buah plat kaca.
  • memanaskan oven sampai suhu 700C dan memasukan sampel kedalamnya
  • memasang beban seberat 3 kg dan membiarkannya selama 24 jam
  • mengamati terhadap cacat ataupun kerusakan pada permukaan kulit imitasi.

 

 


 

 

 
Gambar 1.2. uji ketahanan rekat
  • Cara kerja ketahanan jahit
  1. sampel dipotong dengan arah membujur dan arah melintang bardasar keluarnya kulit imitasi dari mesin, masing-masing 3 buah sampel secara random
  2. melipat sampel 1800 sehingga kedua ujungnya bertemu
  3. menjahit kulit imitasi sebesar 50 mm kearah vertikal, 50 mm dari ujung sampel yang ditekuk
  4. melakukan pengujian pada alat uji dengan kecepatan penarikan maksimum 200 mm permenit sampai sampel putus.

 

 



 


 


 

    Gambar 1.3 sampel uji kekuatan jahit

 


 


 

  • Hasil Pengujian
a. pengamatan
Tabel 1.1 hasil ketahanan rekat kulit atasan sepatu
No
Kulit atasan sepatu
(Membujur )
Kulit atasan sepatu
(melintang)
1
9,6
12
2
8,8
11,6
3
5,4
16,2

 
Tabel 1.2 Hasil pengamatan ketahanan rekat kulit jok
No
Kulit jok
(Membujur )
Kulit jok
(melintang)
1
9
11,5
2
9,2
15,9
3
8,8
14,1

 

 
Tabel 1.3 Hasil pengamatan kuat jahit atasan sepatu
No
Kulit atasan sepatu
(Membujur )
Kulit atasan sepatu
(melintang)
1
19
19
2
28
29
3
28
30

 
Tabel 1.4 Hasil pengamatan kuat jahit kulit jok
No
Kulit jok
(Membujur )
Kulit jok
(melintang)
1
36
32
2
37
36
3
36
37

 

 

 
Tabel 1.5 pengamatan ketahanan lekat
No
Jenis uji
Persyaratan kulit imitasi
jok
Atasan sepatu
1
Kuat lekat
Tidak cacat/ tidak rusak
Tidak cacat/ tidak rusak

 

 

 

 

 
b. perhitungan
    diketahui :
No
Jenis uji
F maks
jok
Atasan sepatu
1

 

 

 
2
Ketahanan rekat
  • melintang
  • membujur
Kuat jahit
  • melintang
  • membujur

 

 
13,8
9

 
35
36

 

 
14
11

 
26
25

 
Jawaban :
No
Jenis uji
Ketahanan rekat :
Satuan
F maks
jok
Atasan sepatu
1

 

 
  • melintang

 
N/cm2

 

 
F maks
P x w
= 13,8
15x 3
= 0,3
F maks
P x w
14
15 x 3
=0,3
2
  • membujur
F maks
P x w
= 9
15 x 3
= 0,2
F maks
P x w
= 11
15 x 3
= 0,24

 
Jawaban :
No
Jenis uji
Kuat jahit :
F maks
jok
Atasan sepatu
1

 

 
  • melintang

 
F maks
50 mm
= 35
50 mm
F maks
50 mm
26
50 mm
2
  • membujur
F maks
50 mm
= 36
50 mm
F maks
50 mm
= 25
50 mm

 

 

 
  • Pembahasan
Dalam melakukan suatu pengujian, banyak hal yang perlu diperhatikan salah satunya yaitu metode yang digunakan dalam pengujian tersebut, dan dalam pengujian ini dilakukan pada kain yang membujur dan melintang agar dapat diketahui perbedaan dalam pengujian. Untuk mengetahui kuat rekat ataupun kuat tarik suatu bahan , maka dilakukan terlebih dahulu pengukuran tebal, panjang lebar kulit ( bahan ) yang digunakan. Sebab dalam melakukan beberapa pengujian tersebut memiliki pengertian masing – masing antara lain ket ahanan rekat yang merupakan beban maksimum persatuan waktu untuk memutuskan lapisan plastik dan lapisan penguat, begitu pula dengan kuat jahit merupakan beban maksimum yang dibutuhkan untuk memutuskan jahitan sedangkan ketahanan lekat sendiri adalah kemampuan kulit imitasi untuk tidak menjadi cacat. dengan diketahuinya pengertian dan tujuan dari masing-masing metode yang dilakukan maka akan memper muda praktikan dalam penentuan hasil uji yang dilakukan.
Untuk pengujian ketahanan rekat, yang dilakukan terlebih dahulu adalah memisahkan kain penguat dengan kulit imitasi dengan jarak beberapa cm, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa kuat kain yang digunakan sebagai perekat antara lapisan penguat dengan lapisan foam. Dan dalam melakukan pemisahan tersebut dengan menambahkan larutan alkohol dengan tujuan agar dalam pemisahan tidak mengalami kesulitan sebab lapisan kain sangat lekat terhadap top coat sehingga perlunya penambahan alkohol tersebut. Selanjutnya yaitu dilakukan pengujian dengan alat penguji dan dicatat baban maksimum agar gaya atau massa maksimal yang diperlukan untuk menarik sampel sampai putus dapat diketahui, sehingga mempermuda praktikan dalam perhitungan.
    Dalam pengujian kuat lekat dimana dua buah sampel kain diletakan secara berhadapan dan disisipkan diantara duah buah plat kaca dan ditindi dengan bebat selama 24 jam dan dipanaskan dalam oven dengan suhu 700C yang bertujuan agar diketahui kekuatan lekat atau kemampuan suatu kain vinil apabila selama pemanasan serta penindisan tidak mengalami perubahan baik dari warna ataupun terjadi kerusakan terhadap kain maka kain vinil yang digunakan tersebut memenuhi stndar untuk kekuatan lekat.
    Sedangkan untuk pengujian ketahanan jahit dimana, kain dilipat dan kemudian dijahit dari ujung sampel yang ditekuk dengan tujuan agar diketahui berapa berapa beban maksimum untuk memutuskan jahitan.
Untuk hasil ketahanan rekat apabila dibandingkan dengan SNI yaitu hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan standar, sebab untuk nilai uji ketahanan rekat jenis uji kain yang melintang dan membujur nilai yang diperoleh lebih kecil dibanding SNI yaitu untuk jenis kain melintang minimal 0,6 sedangkan jenis kain membujur minimal 0,3. tetapi hasil yang diperoleh dari pengujian lebih kecil dibanding dengan SNI. Begitu pula dengan pengujian ketahanan jahit yaitu nilai yang diperoleh dari pengujian lebih kecil dibanding dengan SNI dalam hal ini kain yang digunakan dalam pengujian tidak memenuhi standar. Lain halnya dengan pengujian ketahanan lekat yaitu hasil yang diperoleh sesuai dengan SNI dimana hasil yang diperolah tidak mengalami perubahan baik dalam segi warna ataupun terjadi kerusakan terhadap kain.

 

  • Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dari praktikum ini yatu antara lain :
1. untuk ketahanan rekat dan ketahanan jahit yang diperoleh tidak memenuhi standar yaitu hasil yang diperoleh tidak sebanding atau hasil yang diperuleh terlalu kecil apabila dibanding dengan SNI.
2. pengujian ketahanan lekat memenuhi standar yaitu tidak mengalami kerusakan.

 


 
LAMPIRAN V
PENGENDALIAN MUTU KONSUMEN
  1. Kulit imitasi dapat dijual kepada pengusaha sepatu, tas, jok, dompet, dan masih banyak lagi
  2. kulit dikatakan laku dipasarkan/ di jual jika :
    1. konsume puas atau tidak ada komplen
    2. mudah diproses, karena hasil sesuai standar
    3. kulit akan memberikan keuntungan maksimal

 


 

 

 
LAMPIRAN VI
PENGENDALIAN MUTU KULIT REJECT

 
Pengendalian mutu kulit reject ( kulit yang tidak dapat lg di proses ulang )
  1. kulit yang yang sudah terlalu jauh dari standar yaitu SNI ataupun SII
  2. kulit yang mengalami cacat atau kerusakan lebih dari 25 %
  1. pengendalian mutu kulit reject ( kulit yang tidak dapat lagi di proses ulang
    1. kulit yang telalu jauh dari standar yaitu SNI/SII
  2. kulit yang banyak mengalami goresan, atau guratan pada permukaannya
    1. kulit yang bagian nerfnya mengalami pembusukan
    2. kulit yang bagian nerfnya banyak terdapat bekas irisan

 


 

 

LAMPIRAN VII
PENGENDALIAN MUTU KULIT REPROSES
Pengendalian mutu kulit reproses ( yang masih diproses ulang )
  1. kulit yang mengalami cacat ringan misalnya
    1. warna yang kurang rata
    2. kulit yang masih bisa menyusut
    3. kulit yang kurang memenuhi uji kimiawi
    4. kulit yang kurang matang
  2. kulit yang kurang memenuhi SNI/ SII, tetapi masih bisa diperbaiki.

 

 


 

 

 

 

 

 

 
PRAKTIKUM IV
PENGENDALIAN MUTU SOL SEPATU

PENGUJIAN SOL KARET CETAK SEPATU PENGAMAN

 
  1. TUJUAN
    Mahasiswa mampu mengetahui cara pengujian serta kualitas dari sol karet cetak sepatu pengaman

     
    1. TINJAUAN PUSTAKA
    Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex) di getah beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis.Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Para. Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Ini dikarenakan melukainya akan memberikan respons yang menghasilkan lebih banyak latex lagi.
    Pohon lainnya yang mengandung lateks termasuk fig, euphorbia dan dandelion. Pohon-pohon tersebut tidak menjadi sumber utama karet, namun pada perang dunia II persediaan karet orang Jerman dihambat, mereka mencoba sumber-sumber di atas, sebelum penciptaan karet sintetis.
    Diyakini dinamai oleh Joseph Priestley, yang pada 1770 menemukan lateks yang dikeringkan dapat menghapus tulisan pensil. Di tempat asalnya di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, karet telah dikumpulkan sejak lama. Peradaban Mesoamerika menggunakan karet dari Castilla elastica. Mesoamerika kuno menggunakan bola karet dalam permainan mereka (lihat: permainan bola Mesoamerika)
    Menurut Bernal Diaz del Castillo, Conquistador Spanyol sangat kagum terhadap pantulan bola karet orang Aztek dan mengira bahwa bola tersebut dirasuki roh setan.
    Di Brasil orang lokal membuat baju tahan air dari karet. Sebuah cerita menyatakan bahwa orang Eropa pertama yang kembali ke Portugal dari Brasil dengan membawa baju anti-air tersebut menyebabkan orang-orang terkejut sehingga ia dibawa ke pengadilan atas tuduhan melakukan ilmu gaib.
    Ketika karet dibawa ke Inggris, dia diamati bahwa benda tersebut dapat menghapus tanda pensil di atas kertas. Ini adalah awal penamaan "rubber" di Inggris.
    Menurut Setyowati ( 2006 ) barang – barang karet dalam penggunaannya hampir selalu dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : tekanan, gesekan, lenturan, kondisi lingkungan / media, dan lain sebagainya. Supaya barang – barang karet mempunyai ketahanan terhadap factor – factor tersebut, maka produsen harus menyasuaikan produknya dengan kondisi penggunaannya.
    Untuk mengetahui ketahanan karet terhadap factor – factor tersebut, maka dilakukan pengujian sifat fisika dari barang – barang karet yang umum disebut vulkanisat. Sifat fisik vulkanisat sangat tergantung pada mutu bahan karet yang digunakan, susunan resep dan proses vulkanisasinya.
    Pengujian fisik sol karet meliputi :
    1. kekuatan tarik / tegangan putus, modulus dan perpanjangan putus
    2. kekerasan
    3. ketahanan sobek
    4. ketahanan retak lentur
    5. ketahanan kikis
    6. bobot jenis / berat jenis ( density )

       
    Standar Nasional yang mengatur syarat mutu dan cara uji bagi produk sol karet di Indonesia adalah SNI 12 – 0778 – 1989 "Sol Karet Cetak" dan diberlakukan sebagai standar tidak wajib.

     

     

     

     

     

     

     

     
    1. DIAGRAM ALIR PENGENDALIAN MUTU
    Berikut gambar diagram alir proses pengendalian mutu untuk sol sepatu:

     

     

     

     

     

     

     
    1. Hasil pengamatan
    Pengujian
    hasil
    Keterangan
    ORGANO LEPTIS
    1. Model
      Boot dengan tali sepatu
      1. Bagian atasan
        Tiap setengan pasang sepatu terdiri dari :
        1. Satu buah bagian muka
        2. Satu buah bagian samping
        3. Bis belakang
        4. Lidah
        5. Satu buah bis atas
        6. Bis mata ayam jadi satu/terpisah dengan lidah
        7. Mata ayam
        8. Lapis bagian muka
        9. Pengeras ujung
        10. Pengeras belakang
        11. Penyangga pengeras ujung
        12. Satu utas tali sepatu
        13. Satu buah lapis atasan ( terdiri dari lapis bagian muka, bagian samping, dan lidah )
      2. Bagian bawah
        Tiap setengah pasang sepatu terdiri dari
        1. Satu buah sol dalam
        2. Satu buah sol luar
        3. Satu buah penguat tengah
        4. Satu buah pita
        5. Satu buah pengisi telapak kaki muka
        6. Satu buah tatakan
    2. Kesesuaian sepatu kiri dan kanan
      1. kesesuain sepatu kiri dan kanan
      2. cacat tidaknya sepatu
      3. betuk, hasil pengerjaan, dan bahan untuk sepatu kiri dan kanan
      4. tinggi sepatu sol dan hak untuk sepatu kiri dan kanan
      5. pengeras ujung dan pengeras belakang
      6. keras tidaknya pengeras ujung dan belakang antara sepatu kiri dan kanan
      7. kesesuain nomor sepatu dengan ukuran

         
        FISIS
      1. kuat rekat antara sol luar dan sol dalam
        bagian ujung minimal 150 N
        bagian samping
        1. dalam min 150 N
        2. luar 150 N
        3. belakang 150 N

     
    1. berat sepatu max 0,8 kg
    2. kekerasan sol
      1. karet dan plastik 50-80 shore A
      2. PVC 60-90 shore A

         
    Syrat mutu bahan
    1. Bagian atas
      1. Bagian muka dan bagian samping dibuat dari kulit box nerf asli. Amplas atau nerf buatan dengan tebal 1,5-2,0 mm
      2. Bagian samping dibuat dari kulit box seperti nomor 1, boleh dibuat dari bagian perut tau leher yang tidak gembos
      3. Bis ( belakang, atas, mata ayam ) dibuat dari kulit box nerf asli, amplas ringan, atau nerf buatn dengan tebal ( 1,5-2,0 mm )
      4. Lidah dari kulit box nerf asli, amplas ringan , atau nerf buatan dengan tebal ( 1,5 – 2,0 )
      5. Benag jahit kulit atasan dibuat dari nilon .nomor benang TD 500 dengan jumlah lilitan 3 helai.
        Kuat tarik min 9,2 kg setiap helai, kemuluran max 42,5 % dan warna kulit bagian atas
      6. Mata ayam dibuat dari kuningan baja, tahan karat, atau alumina dengan garis tengah 5,5-6mm dan panjang 6 mm
      7. Lapis bagian muka dibuat dari kulit domba, kambing atau sapi sama kombinasi dengan tebal 1,7-2,0 mm atau dari bahan laken , terpal, kain open, atau kain dril mentah dengan bahan 0,4-0,7 mm
      8. Pengeras ujung dari baja ( STEEL TOO CAP)
      9. Pengeras belakang dibuat darai bahan sintetis dengan bahan 2-3 mm dan tinggi 2,5 – 3 cm
      10. Penyangga pengeras di ujung dibuat dari bahan karet atau sintetis dengan tebal 2-2,5 mm
      11. Tali sepatu dari bahan katun atau nilon, bentuk pipi dengan lebar 8 – 10 mm, panjang 90 -150 cm, dan kuat tarik minimum 60 kg/ 20 cm
      12. Elastic dengan lebar minimu 25 cm dan panjang bergantung pada model sepatu
    2. Bagian bawah
      1. Tatakan dibuat dari kulit domba, kambing, sapi atau kerbau samak kombinasi dengan tebal ( 0,7 – 1,2 ) mm
      2. Sol dalam dibuat dari karton kulit engan tebal ( 3,4 ) mm sesuai standar yang berlaku
      3. Paku open dibuat dar baja NO 1
      4. Penguat tengah dibuat dari baja lenting denga panjang ( 120 – 125 ) mm tebal 1 mm dan lebar 20 mm
      5. Isian hak dibuat dari kayu kering kering dan ringan dengan panjang 5 cm tebal 2 cm dan tebal 3-4 cm
      6. Sol luar dibuat dari karet sintetis cetak vulkanisasi dengan tebal tanpa kembangan ( 7 – 11 ) mm, tinggi hak tanpa kembangan 25-30 mm, tebal kembangan ( 4- 6 ) mm

         
    SYARAT MUTU HASIL PENGUJIAN
    1. Bagian atas
      1. Pemotongan
        Sesuai SII, 0311-80, sepatu harian umum pria model pantopel system lem dan SII. 0312-80, sepatu harian umum pria model derby system jahit
      2. Penyesetan
        Sesuai SII. 0311-80
      3. Jahitan
        1. Bagian atas sepatu dirakit dengan cara dilem dan di jahit, jahitan harus kuat, serta rapi, jarak jahitan dari tepi ( 3-4 ) lekungan per cm, jahitan rangkap harus sejajar
        2. Bagian samping dalam yang akan ditutup harus dijahit zig zag, bagian belakang dijahit tanpa bis dijahit balik
        3. Lapis bagian samping dirakit dahulu, kemudian dijahit pada bagian samping sepatu sebelah atas
        4. Pemasangan mata ayam untuk model sepatu dengan tali dilaksanakan dari luar denagn rapi, tidak mudah lepas kena tarikan tali. Jarak pemasangan mata ayam satu dengan yang lainnya harus sama, dan jarak mata ayam tutupi kulit 13 mm
        5. Pemasangan pemgeras ujung, penyangga dan penutup seimbang, pengeras ujung dilaksanakan berturut-turut diantara kulit bagian muka dan lapis bagian smping sebelah dengan cara dilem
    2. Bagian bawah
      1. Bagian atas sepatu diopenkan pada sol dalam yang telah dipotong sesuai dengan polanya
      2. Openan harus rapi, tidak boleh ada kerutan disekeliling sepatu, lebar openan 20 mm. jarak paku pada bagian ujung dan belakang 5 mm, pada bagaian samping 10 mm, jarak paku dari tepi kulit ( 10 – 15 ) mm
      3. Pengasaran, bagian kulit yang diopen dilaksanakan dengan sikat baja sampai cat dan nerf kulit hilang
      4. Pemasangan penguat tengah, penguat tengah dari baja dipasang pada sol luar bagian bawah berjarak 1 cm dari garis bal sol dalam. Pemasangan dengan dipaku pada bagian belakang dan di lem pada sol dalam
      5. Pemasangan isian hak, isisn hak dipasang pada bagian tengah tumit
      6. Pemsangan sol luar. Sol luar dari keret kompon dipasang pada sol dalam dengan cetak vulkanisasi
    3. Syarat mutu sepasang sepatu
      1. Sesuai SII 0311-80
      2. Tinggi sepatu dan sol untuk sepatu kiri dan kanan harus sama
    4. Syarat teknis
      1. Paku open dari baja tidak berkarat
      2. Kuat rekat sol luar sepatu dengan alat tuas
      3. Bagian ujung minimum 50 kg, bagian samping luar bagian samping dalam min 40 kg
    5. Kulit lapis sapi sesuai dengan persyaratan : SII-0019-79
    6. Benang jahitan bagian atas
      1. Kekukuatan tarik : minimum 4 kg/helai
      2. Warna sama / sesuai dengan warna kulit bagian atas
      3. Kemuluran maksimim 4 %
      4. Bahan : nilon
      5. Nomor : Td,240
      6. Jumlah lilitan : 3
      7. Kekuatan tarik : minimum 4 kg/helai
      8. Kemuluran : maksimum 30 %
    7. Penyerapan air
      1. Selama ½ jam: maksimum 40%
      2. Selama 2 jam: maksimum 50%
      3. Penyusutan: masimum 5%
      4. Ketahanan tarik: maksimum 100 kg/cm2
      5. Ketahanan bengkuk: baik, nerf tidak retak
    8. Persyaratan sol dan hak karet
    9. Cetak
      1. Tegangan putus: minimum 150 kg/cm2
      2. Perpanjangan putus: 250%
      3. Tegangan tarik 200%: minimum 125 kg/cm2
      4. Kekerasan shore A: minimum 60
      5. Perpanjangan tetap 100%: maksimum 10%
      6. Ketahanan sobek: minimum 60 kg/cm2
      7. Bobot jenis: 1,2-1,35
      8. Ketahanan kikis graseli: maksimum 2,5 m3kgm
      9. Ketahanan retak lentur: 200000 kali
    10. Persyaratan sol P.V.C: sesuai dengan persyaratan tehnik sol karet
    11. Elastic:
    12. Lebar: 2-3 cm
    13. Ketahanan tarik: minimum 20 kg/ 2 ½ cm sebelum divulkanisasi
    • Minimum 15 kg/ 2 ½ cm sesudah di vulkanisasi
    1. Paku sepatu
    2. Bahan: besi baja
    3. Keadaan: tidak berkarat
    4. Paku open: no ½ - 1
    5. Daya kekuatan retak antara bagian atas dan bagian bawah
      1. Satra adhesion test:
    • Bagian ujung: minimum 27 kg
    • Bagian samping dalam: minimum 27 kg
    • Bagian samping luar: minimum 27 kg
    • Bagian belakang/tumit: minimum 36 kg
    1. Fell test: sol dalam dan sol luar: minimum 1400 g/cm

     

     

     

     

     

     
    Sesuai
    Sesuai

     
    Sesuai
    Sesuai
    Sesuai
    Sesuai

     

     
    Sesuai
    Sesuai
    Sesuai
    Sesuai
    Sesuai

     
    Sesuai
    Sesuai

     

     

     

     

     

     
    Sesuai
    Sesuai
    Sesuai

     
    Sesuai
    Sesuai

     
    Sesuai

     
    Tidak sesuai

     
    Sesuai
    Sesuai

     

     
    Sesuai

     

     
    Sesuai

     
    Sesuai

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Tidak sesuai (1kg )

     

     

     

     

     

     

     
    Sesuai 1,8 mm

     

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     
    Tidak Sesuai ( 0,7 mm = bis atas, 0,7 mm = bis mata agar
    1,7 mm = bis belakang
    Tidak sesuai ( sintesis )

     

     

     

     
    Tidak sesuai

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     

     
    Tidak sesuai

     

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     

     
    Tidak sesuai

     
    Sesuai

     

     

     
    Sesuai

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     
    Tatakan sentesis

     

     

     

     
    Sesuai

     

     

     
    System lem

     
    Sesuai

     

     

     
    Tidak ada hak

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     
    Sesuai

     

     
    Jahitan rapi menumpuk sejajar

     

     

     

     

     

     
    Tidak sesuai

     

     
    Sesuai

     
    Sesuai

     

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Sesuai

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     

     

     
    Sesuai

     

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Sesuai

     

     
    Tidak Sesuai ( kanan = 19, kiri 18,5 cm )

     

     

     

     
    Sesuai
    Tidak sesuai

     

     

     
    Sesuai

     
    Sesuai

     
    Sesuai

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Sesuai

     
    Sesuai

     

     

     
    Sesuai

     
    Sesuai

     

     
    Tidak sesuai

     

     

     

     
    Tidak sesuai

     

     

     

     
    Tidak sesuai

     
    Tidak sesuai

     

     
    Sesuai

     

     

     

     

     
    Tidak sesuai

     

     
    Tidak sesuai

     
    Tidak sesuai

     

     
    Tidak sesuai

     

     

     
    sesuai

     

     
    sesuai

     

     

     
    tidak sesuai

     

     
    tidak sesuai

     

     

     

     

     

     
    sesuai

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI

     
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI

     

     
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI

     
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI

     

     
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI

     
    Memenuhi SNI

     
    Tidak memenuhi SNI
    Memenuhi SNI
    Memenuhi SNI

     

     
    Memenuhi SNI

     

     
    Memenuhi SNI

     
    Memenuhi SNI

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Tidak memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     
    Tidak memenuhi SNI

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Tidak memenuhi SNI

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Tidak memenuhi SNI

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     
    Memenuhi SNI

     

     
    1. Pembahasan :
    Dari kegiatan praktikum pengujian kekuatan tarik, kemuluran, perpanjangan putus dan kekerasan pada sol sepatu untuk TNI, didapatkan hasil berupa nilai beberapa pengujian tersebut. Dari hasil perhitungan yang didasarkan hasil praktikum, didapatkan tingkat kekuatan tarik sol sepatu untuk TNI yang telah dilakukan pengujian sebesar untuk uji perpanjangan putus sol sepatu tersebut didapatkan prosentase putus sebesar Pada pengujian kuat sobek, didapatkan hasil perhitungan sebesar. ketebalan sol sepatu diukur pada tiga titik tempat pengukuran yang berbeda, dimana nantinya tebal sol sepatu didapatkan dari rata – rata tiga pengukuran tebal tersebut.

     
    1. Kesimpulan :
        Dari hasil praktikum pengujian sol sepatu untuk TNI, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
    1. Sol sepatu dari karet yang dilakukan pengujian diperuntukkan sebagai alas sepatu untuk TNI.
    2. Kekuatan tarik sol sepatu untuk TNI yang telah dilakukan pengujian didapatkan hasil sebesar dan telah memenuhi standard mutu sesuai dengan SNI 12 – 0778 – 1989.
    3. Perpanjangan putus sol sepatu untuk TNI yang telah dilakukan pengujian didapatkan hasil sebesar dan telah memenuhi standard mutu sesuai dengan SNI 12 – 0778 – 1989.
    4. Ketahanan putus sol sepatu untuk TNI yang telah dilakukan pengujian didapatkan hasil sebesar dan telah memenuhi standard mutu sesuai dengan SNI 12 – 0778 – 1989.

     

     

     

     

     

     

     

     
    LAMPIRAN 1
    INPUT
    Bahan baku yang berupa :
    1. Kulit
    2. Karet
    3. Bahan pembantu lainya
    4. Adhesive

       

       
    LAMPIRAN II
    PROSES PEMBUATAN SOL SEPATU
    Proses pembuatan sol sepatu terdiri dari :
    1. Desain
    2. Pola
    3. Pemotongan
    4. Perakitan
    5. Perapian
    6. Vulkanisasi

       

       

       

       

       

       

       

       

       
    LAMPIRAN III
    PRODUK AKHIR
    Produk akhir dapat ditentukan dari:
    1. Mutu
    2. SNI

     
    LAMPIRAN IV
    PENGUJIAN SOL SEPATU
    Alat dan Bahan yang digunakan dalam pengujian antara alain:
    Alat :
  • Cutter
  • Penggaris
  • Thickness
  • Cetakan sample
  • Alat uji ( kuat tarik, kuat sobek dan kemuluran )

 
Bahan :
  • Sol sepatu untuk TN
Cara kerja
  1. Uji kekuatan tarik dan perpanjangan putus
  • Menyiapkan alat dan bahan.
  • Memotong contoh uji sesuai dengan gambar dan memasang sample pada alat uji.

    Gambar sample uji kemuluran dan perpanjangan putus.
  • Melakukan pengujian dengan kecepatan penarikan meksimum 50 mm per menit sampai sample putus.
  • Mencatat beban maksimum saat putus ( uji kuat tarik ), dan mencatat jarak antara dua titik sebelum dengan sesudah putus ( uji kemuluran ).
  • Menentukan nilai kuat tarik dan perpanjangan putus.
  • Melakukan perhitungan kuat tarik dengan rumus :
    Kuat tarik = ( N/cm2 ) atau ( Kg/cm2 )
    dengan :
    F maks    = gaya atau massa maksimal yang diperlukan umtuk menarik sample sampai putus, ( N ) atau ( Kg ).
    t        = tebal sample ( cm )
    w        = lebar sample ( cm )
  • Melakukan perhitungan perpanjangan putus dengan rumus :
    Perpanjangan putus = x 100 % ( % )
    dengan :
    L1    = jarak mula – mula antara dua tanda garis ( mm )
    L2    = jarak antara dua garis saat sample putus ( mm )

     
  1. Uji kekuatan sobek
  2. Memotong contoh uji sesuai dengan gambar dan memasang sample pada alat uji.

Gambar sample uji kekuatan sobek.
  1. melakukan pengujian dengan kecepatan penarikan maksimum 50 mm per menit sampai sample putus.
  2. Mencatat beban maksimum saat putus ( kuat sobek ).
  3. Melakukan perhitungan kuat sobek dengan rumus :
    Kuat sobek = ( N/cm2 ) atau ( Kg/cm2 )
    dengan :
    F maks        = gaya atau massa maksimal yang diperlukan umtuk menarik sample sampai putus, ( N ) atau ( Kg ).
    t        = tebal sample ( cm )
    w        = lebar sample ( cm )
  4. Kekerasan
  5. Menyiapkan alat dan bahan
  6. Mengkondisikan sol sepatu yang akan diuji.
  7. Melakukan pengujian dengan Shore A durometer sebanyak minimal 3 kali pengukuran pada tempat yang berbeda.
  8. Kekerasannya merupakan hasil rata-rata dari 3 kali pengukuran.

 

 

 

 
LAMPIRAN V
PENGENDALIAN MUTU KONSUMEN
  1. Sepatu pengaman dapat dimanfaatkan oleh milter, baik angkatan udara, laut dan lain sebagainya.
  2. Sepatu pengaman dikatakan laku dipasarkan/ di jual jika :
    1. konsume puas atau tidak ada komplen
    2. mudah diproses, karena hasil sesuai standar
    1. sepatu pengaman akan memberikan keuntungan maksimal

       

 

 
LAMPIRAN VI
PENGENDALIAN MUTU SEPATU REJECT
Pengendalian mutu sepatu reject ( sepatu yang tidak dapat lg di proses ulang )
  1. sepatu yang yang sudah terlalu jauh dari standar yaitu SNI ataupun SII
  2. sepatu yang mengalami cacat atau kerusakan lebih dari 25 %
  3. sepatu banyak mengalami kerusakan atau goresan pada lapisan atas
  4. pasangan sepatu antara sepatu kanan dan sepatu kiri harus sama
  5. sepatu yang kurang nyaman diakai

 

 

 
LAMPIRAN VII
PENGENDALIAN MUTU KULIT REPROSES
Pengendalian mutu kulit reproses ( yang masih diproses ulang )
  1. kulit yang mengalami cacat ringan misalnya
    1. warna yang kurang rata
    2. kulit yang masih bisa menyusut
    3. kulit yang kurang memenuhi uji kimiawi
    4. kulit yang kurang matang
  2. kulit yang kurang memenuhi SNI/ SII, tetapi masih bisa diperbaiki.

 

 

 

 

 


 

1 comment:

  1. mas, ini aku anak atk juga (TBKKP reg 2011)..boleh minta soft copy tentang praktikum yg pernah mas lakukan??
    untuk belajar dan memang lagi perlu untuk itu, nanti bisa email ke vhie.noph@gmail.com atau ketemu dkmpus bila ada waktu!!
    follow juga blog saya (mskipun tdk bagus tpi utk sarana brtukar infrmasi saja) mynamevhie.blogspot.com
    terima kasih dan mohon bantuannya :)

    ReplyDelete